Jumat, 19 Juli 2013

DIMANAKAH RASA MALUMU?


DIMANAKAH RASA MALUMU?

Oleh: Sugerman

Malu adalah pilar keutamaan, karena itu Rasulullah Saw. Mengatakan bahwa malu itu tidak datang kembali membawa kebaikan. Sebagaimana iman. Rasa malu itu bisa mencegah seorang untuk melakukan tindakan keji dan akan membawa seseorang pada kebaikan dan perbuatan baik. “Alhay’u ma Syi’ta”. Jika kamu tidak punya rasa malu, maka berbuatlah sesukamu, begitu Rasulullah Saw. Menyampaikan peringatan agar kita tidak melakukan apa-apa yang tidak pantas untuk kerjakan.
Sebenarnyalah, malu merupakan kodrat manusia, maka manusia yang kehilangan rasa malunya adalah manusia yang telah kehilangan kodrat kemanusiaan.
Nah, pantaslah jika prihatin atas drama kehidupan dalam kenyataannya masyarakat kita saat ini yang menunjukan betapa tipisnya atau bahkan telah terhapusnya rasa malu dari kehidupan, dari panggung sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Terlalu banyak lakon kenyataan yang dipertunjukan justru untuk mengajarkan sekaligus memberi contoh bagaimana membuang rasa malu, bahkan pengajaran dan keteladanan bagaimana memelihara rasa malu itu.
Coba saja tengok, bahkan bahkan para pezina pun bisa berbangga diberbagai media, tanpa takut sedikitpun apalagi merasa bersalah dan mempertunjukannya, itu sudah dianggap biasa sambil berharap mendapat sedikit tambahan popularitas. Dan istilah yang lebih heran adalah mendongkak popularitas.
Betapa tiadanya rasa malu mereka sehingga memicu maksiat yang merajalela, dan parade kemungkaranpun semakin panjang deretnya. Ada cara berpakaian yang telanjang, ada iklan pelacuran, ada yang nyaman dengan kumpul kebo, ada yang bangga menjadi istri simpanan. Ada ibu membunuh dan membuang anaknya yang baru dilahirkannya, ada orang tua yang tega menodai kesucian anaknya, ada anak yang berani menghabiskan orang tuanya, ada orang-orang yang sampai hati menganiya sesamanya dan masih banyak lagi kejadian yang serupa.
Sedangkan orang-orang yang berkuasa yang seharusnya mengayomipun tiada malu lagi menipu, menindas dan mempertontonkan kekurang ajarnya di depan televisi. Mereka yang diangap orang-orang kuat yang seharusnya melindungi pun justru curan dan merampas, korupsi semakin menjadi-jadi. Pada tahun 2006 saja, menurut survey Transparency International (TI) Negara kita ini ternyanta menuduki perangkat ke 6 terkorup dari 130 negara di dunia, dan menjadi Negara no 1 terkorup di Asia, contoh kasus yang terjadi pada saat ini yaitu kasus ARTALITA dimana terjadi kasus suap yang menyeret nama-nama besar di kejaksaan Agung dengan tidak punya rasa malunya mereka yang notabenenya adalah pengayom Hukum, justru menjadi pelanggar hukum dan ini adalah korupsi kolektif yang dilakukan secara berjamaah, demikian pula kasus penggusuran terjadi dimana-mana yang disertai oleh keganasan aparat keamanan yang sepertinya sudah tidak punya rasa malu lagi pada nuraninya sendiri. Di Jakarta saja, selama tahun 1996, sebanyak 11. 386 KK atau sekitar 45.545 orang di gusur belum di kota-kota besar lainnya seperti di Surabaya Makasar dan di Sumatra.
Karena itu layaknya kita renungkan bersama tentang kejadian yang menimpa kita yang menyepelekan rasa malu. Ibnu Majah dari Abdullah bin Umar mengatakan bahwa apabila Allah SWT menghendaki untuk membinasakan seseorang maka Allah cukup mencabut dari orang itu rasa malu. Tentu kita harus berusaha merubahnya semampu kita sebelum kebinasaan menelan kita semua.

Malulah sebelum kalian di malu-maluin


Tidak ada komentar:

Posting Komentar