DIMANAKAH RASA MALUMU?
Oleh: Sugerman
Malu adalah pilar keutamaan, karena itu Rasulullah Saw.
Mengatakan bahwa malu itu tidak datang kembali membawa kebaikan. Sebagaimana
iman. Rasa malu itu bisa mencegah seorang untuk melakukan tindakan keji dan
akan membawa seseorang pada kebaikan dan perbuatan baik. “Alhay’u ma Syi’ta”.
Jika kamu tidak punya rasa malu, maka berbuatlah sesukamu, begitu Rasulullah
Saw. Menyampaikan peringatan
agar kita tidak melakukan apa-apa yang tidak pantas untuk kerjakan.
Sebenarnyalah, malu merupakan
kodrat manusia, maka manusia yang kehilangan rasa malunya adalah manusia yang
telah kehilangan kodrat kemanusiaan.
Nah, pantaslah jika prihatin
atas drama kehidupan dalam kenyataannya masyarakat kita saat ini yang
menunjukan betapa tipisnya atau bahkan telah terhapusnya rasa malu dari
kehidupan, dari panggung sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Terlalu
banyak lakon kenyataan yang dipertunjukan justru untuk mengajarkan sekaligus
memberi contoh bagaimana membuang rasa malu, bahkan pengajaran dan keteladanan
bagaimana memelihara rasa malu itu.
Coba saja tengok, bahkan
bahkan para pezina pun bisa berbangga diberbagai media, tanpa takut sedikitpun
apalagi merasa bersalah dan mempertunjukannya, itu sudah dianggap biasa sambil
berharap mendapat sedikit tambahan popularitas. Dan istilah yang lebih heran
adalah mendongkak popularitas.
Betapa tiadanya rasa malu
mereka sehingga memicu maksiat yang merajalela, dan parade kemungkaranpun
semakin panjang deretnya. Ada cara berpakaian yang telanjang, ada iklan
pelacuran, ada yang nyaman dengan kumpul kebo, ada yang bangga menjadi istri
simpanan. Ada ibu membunuh dan membuang anaknya yang baru dilahirkannya, ada
orang tua yang tega menodai kesucian anaknya, ada anak yang berani menghabiskan
orang tuanya, ada orang-orang yang sampai hati menganiya sesamanya dan masih
banyak lagi kejadian yang serupa.
Sedangkan orang-orang yang
berkuasa yang seharusnya mengayomipun tiada malu lagi menipu, menindas dan
mempertontonkan kekurang ajarnya di depan televisi. Mereka yang diangap
orang-orang kuat yang seharusnya melindungi pun justru curan dan merampas,
korupsi semakin menjadi-jadi. Pada tahun 2006 saja, menurut survey Transparency
International (TI) Negara kita ini ternyanta menuduki perangkat ke 6 terkorup
dari 130 negara di dunia, dan menjadi Negara no 1 terkorup di Asia, contoh
kasus yang terjadi pada saat ini yaitu kasus ARTALITA dimana terjadi kasus suap
yang menyeret nama-nama besar di kejaksaan Agung dengan tidak punya rasa
malunya mereka yang notabenenya adalah pengayom Hukum, justru menjadi pelanggar
hukum dan ini adalah korupsi kolektif yang dilakukan secara berjamaah, demikian
pula kasus penggusuran terjadi dimana-mana yang disertai oleh keganasan aparat
keamanan yang sepertinya sudah tidak punya rasa malu lagi pada nuraninya
sendiri. Di Jakarta saja, selama tahun 1996, sebanyak 11. 386 KK atau sekitar
45.545 orang di gusur belum di kota-kota besar lainnya seperti di Surabaya
Makasar dan di Sumatra.
Karena itu layaknya kita
renungkan bersama tentang kejadian yang menimpa kita yang menyepelekan rasa
malu. Ibnu Majah dari Abdullah bin Umar mengatakan bahwa apabila Allah SWT
menghendaki untuk membinasakan seseorang maka Allah cukup mencabut dari orang
itu rasa malu. Tentu kita harus berusaha merubahnya semampu kita sebelum
kebinasaan menelan kita semua.
Malulah sebelum kalian di
malu-maluin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar