Sugerman
Di salah satu daerah, terdapat desa yang terpencil, didalamnya ada
seorang anak bernama Sofyan lahir dari kehidupan keluarga miskin dan sama
sekali tidak punya apa-apa, dia selalu berkeliaran kemana-mana tanpa ada tujuan
tertentu.
Pada hari yang lain, Sofyan berjalan demi kehidupan dirinya dan
ibunya. Linangan air mata berjejer disaat matahari menggulung debu yang berhamburan di
sela-sela tubuh Sofyan, digendongnya tas tak karuan penuh kotoran yang menempel
dikulit-kulit tas itu. Angin menghembus langkah Sofyan mengikuti kemanakah dia
arah tujuannya ?
Sofyan mulai bergegas menjelajahi dunia materialis yang tak lagi
tergenggam dikepalan tangannya. Dia hanya melakukan hal-hal yang tak lazim
dikalangan masyarakat sosial. Bersegeralah Sofyan itu menghampiri toko-toko
didekat-dekat pasar.
“Pak, minta uangnya” kata Sofyan sambil mengulurkan tangan dan
membuka telapak tangannya.
“Apaan kamu ini, pakaian kotor kayak gini, pinginnya minta uang”
“Pergi kesana! Cari orang lain aja!” bapak yang dihadapinya tidak
mempedulikan Sofyan dan mengusirnya, tangan kiri melambaikan menunjuk kearah
yang tidak dikenalnya.
“Terima kasih pak” anak menjawab disertai kepala mengangguk tanpa
mata terpejam.
Sofyan berjalan tak seberapa jauh jalan yang ditempuhnya. Ditengah
perjalanan tubuh Sofyan penuh keringat yang membanjiri bajunya sehingga
membasah keseluruh pakaiannya tiada sisa. Mata melirik kesamping kanan kiri
untuk mencari tempat istirahat digunakannya bisa menghilangkan keringatnya,
baru istirahat di tempat yang terlindung dari panas terik sinar mata hari, dan
ia duduk udara dalam keadaan terasa segar kedua tangan memegang lutut sebelah
kanannya serta kepala diturunkan dan menyentuh tangannya sembari melepaskan
emosinya, berpikir apa yang pantas aku lakukan demi ibuku tercinta dalam hidup
ini. Kemudian kepalanya ia bangkitkan kembali tangan terlepas dari lututnya dan
duduk merapikan diri, tangan diangkat setinggi tatapan muka. Mata melihat
keudara seakan-akan ada tuhan didekatnya, mulutnya komat-kamit memohon
petolongan kepada tuhannya.
Air mata Sofyan mengalir setetes demi setetes tanpa terasa
membasahi pipi,
perjuangan untuk keluarga yang terbawa arus kemiskinan, usai ia berdoa telapak
tangan mengusap pipi yang penuh dengan cucuran air matanya, bibirnya sariawan,
tenggorokannya kering. Karena, selama ia turun dari tempat tidurnya tidak
pernah mencicipi makanan apapun.
Di tengah hari pada jam 12.00. Sofyan bangkit tegak berdiri dan
membelokkan tubuhnya kepala mengikuti gerakan fisiknya, ternyata pada saat itu
ada seorang laki-laki tercermin dimata yang tidak diketahui profesinya dengan
mengenakan pakaian model orang kaya raya. Sofyan merelakan diri dan
mendekatinya.
“Assalamu’alaikum”
“Assalamu’alaikum”
“Assalamu’alaikum”
disela-sela lisan Sofyan berulang
kali membudayakan ucapan yang islami. Karena bapak masih menyembunyikan
jawabannya.
“Selamat siang nak”
“Hah.!” Mulut menganga angin menghembus dari mulut Sofyan,
sehingga ia terkejut dan merasa tersinggung dari orang laki-laki itu. Tapi ia
tidak mengingat atas ketersinggungannya.
“Pak, aku ini tergolong keluarga tidak punya” tangan memanjang
kearah depan laki-laki.
“Apa maksudmu?, pakaian tidak sopan maunya minta uang ” jawab laki-laki itu agak
ada sedikit kesamaan bahasa dengan orang yang ia temui di toko lebih dulu.
“Pak, tolong aku…..Pak!” suara Sofyan terputus-putus, air mata
perjuangan mengalir tanpa membasahi pipi, tapi menetes hamparan bumi yang rela
dienjak karena jejakan Perjuangan Anak Untuk Ibu. Kedua tangan anak
menarik-narik celana dengan kepala menengadah, mata menatap laki-laki itu dan
berkata :
“Aku tidak penduli sama anak seperti kamu” tanpa memberi uang
sepeserpun laki-laki mengungkapan dengan keras kepala dan menudingkan jari
telunjuknya, sehingga tangan Sofyan terlepas dari genggaman kain celana,
menyentuh bumi yang retak dan air mata kembali menetes.
Laki-laki segera pergi. Entah kemana dia mau pergi?, Sofyan terus
menangis tidur tanpa alas ditempat yang sama lengan tangan kirinya dibikin
bantal, tas tetap tergendong dipunggunya. Jam 15.00 setelah lama dari tidurnya
ia tak sadarkan diri, seorang ibu berumur 40 tahun menghampirinya dan
membangunkan sang anak itu.
“Nak, bangun nak!”
“Ayo, bangun…....!” kata seorang ibu tangan menggerakkan tubuh
sang anak yang tidur nyenyak, setelah bangun tidur ia berkata kepadanya.
“Eh! Ibu ini siapa?” Sofyan langsung bertanya sambil menggosok
kelopak matanya.
“Ya…. Aku ini Syarifah” sahut ibu, dan
“Dan nama siapa ya?” ibu Syarifah balik bertanya
“Namaku Sofyan Bu”
“Kenapa kamu sore-sore tidur didekat jalan ini” tanya ibu Syarifah
kedua tangan sambil menarik bahunya sang anak.
“Bu, aku ini tergolong keluarga miskin nggak punya apa-apa”
“Aku dirumah hanya hidup berduaan dengan ibuku, sedangkan ayahku
beberapa tahun yang lalu telah meninggal dunia” ibu Syarifah ketika mendengar
suara sang anak yang ayahnya meninggal dunia dia mengucapkan “Inna Lillahi
Wainna Ilaihi Roji’un”
“Terus sebelum kamu tidur. Apa yang kamu lakukan?”
“Aku tadi menemui orang laki-laki, lalu minta uangnya”
“Gimana dengannya?”
“Sepeserpun aku tidak dikasih”
“Malahan dia keras kepala kepadaku”
“Astagfirullah.!”
“Teganya laki-laki itu kepadamu nak” kata ibu Syarifah sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
“Ya udah nak, nggak usah dibahas terus masalah itu” lanjut ibu
Syarifah, dan
“Gimana kalau aku antar kerumahmu?”
“Boleh Bu….!” Jawab Sofyan tersenyum mengembang gembira.
“Ayo nak” ajak ibu Syarifah.
“Iya, ayo Bu!” tangan sambil memeggang tas yang digendongnya.
Hari demi hari, matahari, sang senja menghiasi jejak langkah kaki
sang anak dan ibu Syarifah dikala mereka berjalan berdua melewati lorong plosok
menuju rumah keluarga perjuangan yang terpencil. Rumah telah tampak dekat ibu
Syarifah melihatnya, begitu kasihan perasaan ibu Syarifah terhadap sang anak
menjadi seorang pengemis.
Akhirnya, tibalah Sofyan dan ibu Syarifah kerumahnya. Sang anak
membuka pintu dan mengajaknya masuk ruangan, ibu Syarifah perlahan-lahan
menghela nafas sambil menikmati ruangan walau tidak selayak rumahnya sendiri
yang terdapat banyak perhiasan.
“Ibu…!”
“Ibu…!”
“Ibu…!” panggil Sofyan kepada ibunya.
“Iya, nak” ibu menyahut panggilan anaknya.
“Disampingmu siapa nak” tanya ibu tangan menunnjuk kearah ibu
Syarifah.
“Ini ibu Syarifah”
“Tadi waktu aku tidur dipinggir jalan, kebetulan ibu Syarifah yang
membangunkan aku bu” kemudian Sofyan memperkenalkan ibunya :
“Nama ibuku. Laila” wajah Sofyan sambil memandang muka ibu
Syarifah
“Iya” ibu tersenyum.
“Ayo, duduk dulu!” ibu mempersilahkan kepada ibu Syarifah.
Lama-lama kemudian, usai ibu Syarifah berbicara tentang keluarga
ibu. Dia ingin beranjak kembali pulang kerumahnya sendiri, namun sebelum
bergegas pulang dia memberikan hal-hal yang menguntungkan terhadap kehidupan
keluaraga ibu.
“Bu… aku pamit dulu!”
“Mau kemana?” tanya ibu Sofyan.
“Iya, mau pulang” timpal ibu Syarifah.
“Iya, terima kasih ya!”
“Sama-sama Bu”
“Aku ini orang nggak punya apa-apa” kata ibu.
“Ini uangku, aku kasih sama ibu untuk kepentingan hidupnya
sehari-sehari”
“Uang….!” Mulut ibu terbuka lebar.
“Iya, ambilah Bu uang ini!” ibu Syarifah mengulurkan uangnya
kepada Ibu Sofyan.
“Terima kasih” kata ibu setelah mengambil uang itu, ibu Syarifah
segera pulang sambil melambaikan tangannya kearah ibu dan anaknya.
Bersyukurlah Sofyan dan ibunya kepada Tuhan Sang Maha Pemberi
rizki, maka dari sanalah hasil perjuangan anak untuk ibu mampu mendatangkan
sesuatu yang diharapkan.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar