Rabu, 24 Juli 2013

AIR MATA ANAK UNTUK IBU


Sugerman

Di salah satu daerah, terdapat desa yang terpencil, didalamnya ada seorang anak bernama Sofyan lahir dari kehidupan keluarga miskin dan sama sekali tidak punya apa-apa, dia selalu berkeliaran kemana-mana tanpa ada tujuan tertentu.
Pada hari yang lain, Sofyan berjalan demi kehidupan dirinya dan ibunya. Linangan air mata berjejer disaat matahari menggulung debu yang berhamburan di sela-sela tubuh Sofyan, digendongnya tas tak karuan penuh kotoran yang menempel dikulit-kulit tas itu. Angin menghembus langkah Sofyan mengikuti kemanakah dia arah tujuannya ?
Sofyan mulai bergegas menjelajahi dunia materialis yang tak lagi tergenggam dikepalan tangannya. Dia hanya melakukan hal-hal yang tak lazim dikalangan masyarakat sosial. Bersegeralah Sofyan itu menghampiri toko-toko didekat-dekat pasar.
“Pak, minta uangnya” kata Sofyan sambil mengulurkan tangan dan membuka telapak tangannya.
“Apaan kamu ini, pakaian kotor kayak gini, pinginnya minta uang”
“Pergi kesana! Cari orang lain aja!” bapak yang dihadapinya tidak mempedulikan Sofyan dan mengusirnya, tangan kiri melambaikan menunjuk kearah yang tidak dikenalnya.
“Terima kasih pak” anak menjawab disertai kepala mengangguk tanpa mata terpejam.
Sofyan berjalan tak seberapa jauh jalan yang ditempuhnya. Ditengah perjalanan tubuh Sofyan penuh keringat yang membanjiri bajunya sehingga membasah keseluruh pakaiannya tiada sisa. Mata melirik kesamping kanan kiri untuk mencari tempat istirahat digunakannya bisa menghilangkan keringatnya, baru istirahat di tempat yang terlindung dari panas terik sinar mata hari, dan ia duduk udara dalam keadaan terasa segar kedua tangan memegang lutut sebelah kanannya serta kepala diturunkan dan menyentuh tangannya sembari melepaskan emosinya, berpikir apa yang pantas aku lakukan demi ibuku tercinta dalam hidup ini. Kemudian kepalanya ia bangkitkan kembali tangan terlepas dari lututnya dan duduk merapikan diri, tangan diangkat setinggi tatapan muka. Mata melihat keudara seakan-akan ada tuhan didekatnya, mulutnya komat-kamit memohon petolongan kepada tuhannya.
Air mata Sofyan mengalir setetes demi setetes tanpa terasa membasahi pipi, perjuangan untuk keluarga yang terbawa arus kemiskinan, usai ia berdoa telapak tangan mengusap pipi yang penuh dengan cucuran air matanya, bibirnya sariawan, tenggorokannya kering. Karena, selama ia turun dari tempat tidurnya tidak pernah mencicipi makanan apapun.
Di tengah hari pada jam 12.00. Sofyan bangkit tegak berdiri dan membelokkan tubuhnya kepala mengikuti gerakan fisiknya, ternyata pada saat itu ada seorang laki-laki tercermin dimata yang tidak diketahui profesinya dengan mengenakan pakaian model orang kaya raya. Sofyan merelakan diri dan mendekatinya.
“Assalamu’alaikum”
“Assalamu’alaikum”
“Assalamu’alaikum”
 disela-sela lisan Sofyan berulang kali membudayakan ucapan yang islami. Karena bapak masih menyembunyikan jawabannya.
“Selamat siang nak”
“Hah.!” Mulut menganga angin menghembus dari mulut Sofyan, sehingga ia terkejut dan merasa tersinggung dari orang laki-laki itu. Tapi ia tidak mengingat atas ketersinggungannya.
“Pak, aku ini tergolong keluarga tidak punya” tangan memanjang kearah depan laki-laki.
“Apa maksudmu?, pakaian tidak sopan maunya minta uang ” jawab laki-laki itu agak ada sedikit kesamaan bahasa dengan orang yang ia temui di toko lebih dulu.
“Pak, tolong aku…..Pak!” suara Sofyan terputus-putus, air mata perjuangan mengalir tanpa membasahi pipi, tapi menetes hamparan bumi yang rela dienjak karena jejakan Perjuangan Anak Untuk Ibu. Kedua tangan anak menarik-narik celana dengan kepala menengadah, mata menatap laki-laki itu dan berkata :
“Aku tidak penduli sama anak seperti kamu” tanpa memberi uang sepeserpun laki-laki mengungkapan dengan keras kepala dan menudingkan jari telunjuknya, sehingga tangan Sofyan terlepas dari genggaman kain celana, menyentuh bumi yang retak dan air mata kembali menetes.
Laki-laki segera pergi. Entah kemana dia mau pergi?, Sofyan terus menangis tidur tanpa alas ditempat yang sama lengan tangan kirinya dibikin bantal, tas tetap tergendong dipunggunya. Jam 15.00 setelah lama dari tidurnya ia tak sadarkan diri, seorang ibu berumur 40 tahun menghampirinya dan membangunkan sang anak itu.
“Nak, bangun nak!”
“Ayo, bangun…....!” kata seorang ibu tangan menggerakkan tubuh sang anak yang tidur nyenyak, setelah bangun tidur ia berkata kepadanya.
“Eh! Ibu ini siapa?” Sofyan langsung bertanya sambil menggosok kelopak matanya.
“Ya…. Aku ini Syarifah” sahut ibu, dan
“Dan nama siapa ya?” ibu Syarifah balik bertanya
“Namaku Sofyan Bu”
“Kenapa kamu sore-sore tidur didekat jalan ini” tanya ibu Syarifah kedua tangan sambil menarik bahunya sang anak.
“Bu, aku ini tergolong keluarga miskin nggak punya apa-apa”
“Aku dirumah hanya hidup berduaan dengan ibuku, sedangkan ayahku beberapa tahun yang lalu telah meninggal dunia” ibu Syarifah ketika mendengar suara sang anak yang ayahnya meninggal dunia dia mengucapkan “Inna Lillahi Wainna Ilaihi Roji’un”
“Terus sebelum kamu tidur. Apa yang kamu lakukan?”
“Aku tadi menemui orang laki-laki, lalu minta uangnya”
“Gimana dengannya?”
“Sepeserpun aku tidak dikasih”
“Malahan dia keras kepala kepadaku”
“Astagfirullah.!”
“Teganya laki-laki itu kepadamu nak” kata ibu Syarifah sambil menggeleng-gelengkan kepala.
“Ya udah nak, nggak usah dibahas terus masalah itu” lanjut ibu Syarifah, dan
“Gimana kalau aku antar kerumahmu?”
“Boleh Bu….!” Jawab Sofyan tersenyum mengembang gembira.
“Ayo nak” ajak ibu Syarifah.
“Iya, ayo Bu!” tangan sambil memeggang tas yang digendongnya.
Hari demi hari, matahari, sang senja menghiasi jejak langkah kaki sang anak dan ibu Syarifah dikala mereka berjalan berdua melewati lorong plosok menuju rumah keluarga perjuangan yang terpencil. Rumah telah tampak dekat ibu Syarifah melihatnya, begitu kasihan perasaan ibu Syarifah terhadap sang anak menjadi seorang pengemis.
Akhirnya, tibalah Sofyan dan ibu Syarifah kerumahnya. Sang anak membuka pintu dan mengajaknya masuk ruangan, ibu Syarifah perlahan-lahan menghela nafas sambil menikmati ruangan walau tidak selayak rumahnya sendiri yang terdapat banyak perhiasan.
“Ibu…!”
“Ibu…!”
“Ibu…!” panggil Sofyan kepada ibunya.
“Iya, nak” ibu menyahut panggilan anaknya.
“Disampingmu siapa nak” tanya ibu tangan menunnjuk kearah ibu Syarifah.
“Ini ibu Syarifah”
“Tadi waktu aku tidur dipinggir jalan, kebetulan ibu Syarifah yang membangunkan aku bu” kemudian Sofyan memperkenalkan ibunya :
“Nama ibuku. Laila” wajah Sofyan sambil memandang muka ibu Syarifah
“Iya” ibu tersenyum.
“Ayo, duduk dulu!” ibu mempersilahkan kepada ibu Syarifah.
Lama-lama kemudian, usai ibu Syarifah berbicara tentang keluarga ibu. Dia ingin beranjak kembali pulang kerumahnya sendiri, namun sebelum bergegas pulang dia memberikan hal-hal yang menguntungkan terhadap kehidupan keluaraga ibu.
“Bu… aku pamit dulu!”
“Mau kemana?” tanya ibu Sofyan.
“Iya, mau pulang” timpal ibu Syarifah.
“Iya, terima kasih ya!”
 “Sama-sama Bu”
“Aku ini orang nggak punya apa-apa” kata ibu.
“Ini uangku, aku kasih sama ibu untuk kepentingan hidupnya sehari-sehari”
“Uang….!” Mulut ibu terbuka lebar.
“Iya, ambilah Bu uang ini!” ibu Syarifah mengulurkan uangnya kepada Ibu Sofyan.
“Terima kasih” kata ibu setelah mengambil uang itu, ibu Syarifah segera pulang sambil melambaikan tangannya kearah ibu dan anaknya.

Bersyukurlah Sofyan dan ibunya kepada Tuhan Sang Maha Pemberi rizki, maka dari sanalah hasil perjuangan anak untuk ibu mampu mendatangkan sesuatu yang diharapkan.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar