Rabu, 24 Juli 2013

Belajar adalah Semangatku

Oleh: Sugerman

Sekumpulan air embun menjejer melimpah di daun rumput-rumput hijau menebar sejuknya udara nan memutih salju di bawah kabut kelam, dan menabur hiasasn rasa, betapa berharganya akan hidup ini pada kisi-kisi pandangan langit yang membiru beralas awan. Angin tiada menghembus pohon dan dedaunan yang lagi mematung,  burung-burung berkicau sembari mengibaskan sayap indahnya yang siap menagantar ekornya kemana burung itu akan segera bergegas? Matahari pagi tersenyum pancar sinar menyirami dataran bumi dan langit yang penuh dengan aneka ragam warna pada kala pagi bersaksi.
Tak satupun makhluk terasa hampa walau impian tidak senampak dunia yang dipijaknya, namun seolah-olah tercemin sebuah tanda yang bermandikan harapan kian cemerlang. Bayangan harapan senantiasa menawan pada detik-detik kehidupan menyusul jalan hidup abadi. Kilatan cahaya mata hari terlihat dekat dari pemukiman menembus sela-sela awan berterbangan, angin membawanya lari kemana-mana bayangan terjiplak di muka bumi yang mambulat luas.
Warung caffe tempat Noval terbiasa istirahat bersama teman-temannya setelah dia keluar dari jam sekolah sembari ngobrol dan minum kopi, disamping itu mereka tidak hanya ngobrol, akan tetapi mereka sambil mengevaluasi hasil mata pelajaran yang telah disampaikan oleh guru bidangnya di dalam kelas, Noval adalah salah satu siswa paling rajin, cerdas, pandai dan bersemangat serta terpercaya diantara teman-teman yang lain di SMPN 1 Dompu yang biasa disebut atau berstatus sekolah unggulan tingkat SMP dan sederajat se Dompu. Usai Noval mengevaluasi hasil apa yang disampaikan gurunya dia langsung mengajaknya segera pulang.
“Teman-teman! Ayo kita pulang dulu soal evaluasi biasanya kita bahas saat kumpul lagi” ekspresi Noval mendahului.
“Iya, nggak apa-apa, yang penting kita tetap evaluasi kapan saja dan dimana saja?” jawab Kauni mewakili teman-teman yang lain tanpa menolak
“Bagaimana kalau kita evaluasi di dalam kelas ketika guru tidak hadir?” susul Ani kepada teman-temannya tak terkecuali.
“Itulah! Usulan yang bagus, bahkan bisa saja semua teman sekelas nanti juga ikut evaluasi” balas Mimin sambil menunjuk tubuh dengan tegas bergerak.
“Iya. Sudah dulu, ayo pulang!” ajak Lisa tangan mangangkat tas yang hendak digendongnya.
Bayangan sinar matahari mulai tergelincir dari ukuran waktu-kewaktu, membekas jalan waktu, menyisa pada hari yang menyilaukan, tak lama kemudian lima siswa itu membayar uang minuman kepada jongos warung caffe sebelum mereka melangkahi pintu kejujuran. Masing-masing tas digendong dan bersegera pulang ke rumahnya, mereka pulang dengan berjalan kaki tanpa merasa lelah kendati pun serangan sinar matahari menyengat tubuh mereka sehingga air keringat meleleh menusuk jantung tiada henti membasah pakaian yang dikenakan, tiba di pertengahan jalan mereka berpisah langkah di jalan trotoar dan hanya berkata sampai jumpa pada pertemuan besok di sekolah.
Suatu saat. Lisa berangan-angan saat berada di rumahnya berpikir akan keperibadian sendiri sebagai siswa diam terpaku diantara siswa yang lain, dia mender tidak memiliki keberanian untuk berbicara di muka teman-temannya tidak seperti Eva, Mimin, Ani, dan juga Noval. Namun Lisa sangat perhatian dan memperhatikan serta tidak pernah memojokkan, bahkan dia tetap antusias demi mengejar ilmu yang dicapainya.
Pada esok harinya mereka kembali menatap kedatangan di sekolah sambil tegur sapa bagaimana keadaan diantara meraka, semua dalam keadaan baik sehingga tak satupun yang absen pada saat itu. Sauki mengajak berkumpul di halaman sekolah sebelum bell berbunyi maunya cuma mengingat kembali masalah yang dibicarakan pada hari kemarin agar teman-teman tidak mudah mengabaikan dalam membangun semangat belajar. Bel sudah berbunyi pertanda jam pertama akan masuk, semua siswa bergegas masuk ruangan kelas untuk mengikuti dan merekam mata pelajaran.
Waktu telah berputar selama lima menit anak-anak siswa menunggu seorang guru pengajar matematika dengan duduk rapi mengenakan seragam pramuka, sepuluh menit kemudian guru masih belum hadir. Ketua kelas memberanikan diri keluar dari ruang kelas pergi menuju kantor sekolah, ketua kelas dengan wajah berseri ia mendekati pintu dan meraba-raba.
“Assalmu’alaikum” ucap ketua kelas sebelum kaki melangkahi pintu.
“Wa’alaikum salam” jawab seorang pegawai TU lalu mempersilahkannya masuk ruangan
“Ada apa?” tanya pegawai TU
“Saya hanya ingin bertanya Pak. Apa Bapak Muzain sekarang tidak dapat melanjutkan mata pelajaran?” ketua kelas bertanya dengan sikap ramah.
“Betul, sekarang beliau tidak dapat melanjutkan. Soalnya beliau punya kepentingan lain” timpal pegawai TU sambil meratakan kertas tugasnya di meja tugas.
“Kalau begitu, terima kasih dulu ya Pak!”
“Eh…bentar, bentar, begini saja, tolong untuk hari ini dari pada membuang waktu alangkah baiknya anda gunakan waktu di dalam kelas bersama teman-temanmu, berdiskusi atau bahkan evalauasi hasil dari mata pelajaran sebelumnya” pesan pegawai itu kepada ketua kelas.
“Baik Pak, saya akan ajak semua teman di kelas” timpal ketua kelas dengan mimik serius kepalanya manggut-manggut.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam”
Ketua kelas bubar dari kantor selesai bicara dengan pegawai TU, kembali lagi ke ruang semula yang kebetulan siswa masih duduk dengan rapi sambil menunggu kabar dari ketua kelasnya, ketika ketua kelas masuk ruangan siswa reflek langsung bersuara padanya.
“Gimana! masuk apa nggak?” nyaris semua siswa bersuara.
“Bapak sekarang tidak bisa masuk, karena punya kepentingan lain kata pegawai TU” tuturnya dan memperhatikan semua siswa serta ingin mengajak untuk tidak mengosongkan ruangan, namum siswa banyak yang teriak, ada yang mau keluar, ada juga yang mau pulang. Sementara siswa tetap ditahan oleh ketua kelas dan diminta perhatiannya.
“Sekarang, kata pegawai TU barusan diminta, sekalipun tidak ada guru jangan sampai keluar ruangan ini apalagi pulang ” ketua kelas membuka amanatnya.
“Emang, ngapain di ruangan ini kalau tanpa guru?” logat siswa lainnya agak menantang tampak mata melotot.
“Kita semua selagi ada di ruang ini dituntut untuk berdiskusi atau evaluasi bersama” lanjut ketua kelas.
“Saya sangat mendukung, setuju kalu kita diskusi apalagi evaluasi” Noval mengungkap moodnya sampai tangan kanannya diajungkan.
“Uuuui…..!” teriak teman-teman tak tuntas.
Dengan sabar dan tabah, ketua kelas tidak memaksa teman-teman yang malas diajak untuk diskusi atau juga evaluasi hanya saja dia suka mengajak siapa yang memiliki keinginan diantara mereka, ternyata dari sekian banyak siswa hanya Noval, Eva, Lisa, Ani dan Mimin yang bisa ditarik pada saat itu, sedangkan yang lainnya serentak bubar meninggalkan ruangan tidak menghargai saran penuturnya. Ketua kelas mengajak mereka duduk berdekatan di atas bangku dan berupaya apa yang harus dibahasnya. Noval telah memegang kebiasaan sebelumnya mengenai hal itu yang kerapkali dilakukan sama teman senasib seperjuangannya baik formal maupun nonformal dalam bentuk ‘Evaluasi’.
“Meurut saya peribadi, mendingan evaluasi saja” usul Noval kepada ketua kelasnya.
“Kira-kira tentang apa yang akan kita evaluasi bersama?” tanya ketua kelas.
“Seyogianya saya bersama teman-teman ini hampir tiap hari mengadakan evaluasi usai jam sekolah di warung caffe” imbuh Noval
“Dan yang kita evaluasi adalah tentang pendidikan kita sehari-hari” lanjut Noval.
“Oh….! Iya. Kalau begitu kini evaluasi tentang Matematika” ajak ketua kelas.
“Okey! Kita langsung saja dimulai” timpal Noval menunjukkan jari jempolnya.
Saat evaluasi berlangsung satu jam lamanya, Lisa salah seorang siswa yang tidak mampu membuahkan untaian kata lisannya bahkan sama sekali tidak mengekspresikan kejiwaannya, mulut Lisa terus menganga lain kepala sembari manggut-manggut seolah ia paham maksud terhadap apa yang sedang dibicarakan teman-temannya. Eva mendorongnya bicara agar dia lepas dari diam terpaku.
“Lisa! Ayo ekspresikan! buka otakmu jangan diam!” sela Eva memotivasi dengan jari telunjuknya menyentuh kepala Lisa.
“Aku bukan tidak suka mengekspresikan, tapi aku nggak punya ide yang harus dibicarakan” liriknya serta menampakkan akan kelemahan dirinya.
Ia merasa kasihan melayang sama Lisa, semenjak ia ikut meramaikan setiap mengadakan evaluasi baik formal maupun nonformal. Karen dia tidak tahu cara mangasah daya pikirnya. Sedangkan yang lain lagian mantap membicarakan tentang mata pelajaran metematika yang banyak menguasai di sekolah itu. Jam istirahat telah tiba mereka masih belum selesai membahasnya saking semangat mereka menyala-nyala dalam membentuk masa depan yang cerah dan terarah melalui pendidikan.
Menjelang mata pelajaran jam kedua, semua siswa kelas tiga masih berkeliaran di sekitar lingkungan sekolah, kebetulan siswa yang tidak suka ikut evaluasi hanya ngobrol-ngobrol saja di tempat istirahat dan menyia-nyiakan yang tak pernah berulang. Lazimnya cuma kumpul tanpa memperhatikan buku mata pelajaran bahkan digendongnya begitu saja, ketua kelas tanpa menyadari waktu dan tidak menyangka bunyi bell terdengar lantang bahwa jam kedua dan terakhir akan segera masuk.
Sehabis mata pelajaran, ketua kelas juga teman sekelasnya yang senang diajak evaluasi pada jam pertama ketika guru tidak hadir, mereka pun tidak berkeliaran kemana-mana melainkan saling mengutarakan bahwa pada hari esok kendatipun hari tenang atau libur kita tetaplah hadir kesini.
“Kenapa sih besok bisa libur?” tegur Ani wajahnya menatap antusias.
“Besok libur, karena benturan dengan tanggal merah” papar ketua kelas lebih singkat.
“Ooh……!” mulut Ani memuncung dan sejenak menghayal kenapa diriku ini tidak tahu?
“Terus! Ngomong-ngomong kumpulnya besok dimana?” lanjut Ani tapak matanya menyempit.
“Saya pasrahkan kepada kalian” sambung ketua kelas.
“Kalau kita biasa kumpul di warung caffe” liriknya kepada temannya dengan kedipan mata.
“Iya. Tidak apa-apa, kita semua disamping evaluasi sambil minum kopi atau minuman apa saja yang sekiranya tidak membuat kita alergi” jelas ketua kelas.
Hari-hari telah mereka jalani dalam aktivitas hidupnya yang selalu mengemban dari masa kemasa, demi mewujudkan mimpi suci tanpa jeda. Perang pendidikan terus melanda di sekolah, memotivasi dan membedah keterampilan dalam menumbuhkembangkan dinamika siswa yang tidak akan pernah kebablasan, sehingga mampu mengasah dan mencetak potensi kreatif serta inovatif. Jam 07.30 pagi mereka-mereka sedang melaju di tengah-tengah jalan menuju sekolah tercinta dengan tujuan memanfaatkan hari libur melalui evaluasi hasil proses pembelajaran sehari-hari, pada jam 08.00 mereka sudah mampir di halaman sekolah sambil menunggu Lisa, dia sendirian melayar tanpa lamunan. Kemudian Mimin mengiranya tidak akan hadir pada kali ini.
“Eh! Kita nggak usah nunggu Lisa. Mungkin dia special hari ini punya halangan” sapa Mimin dengan mimik tak memungkinkan kepada teman-temannya.
“Okelah! Mendingan lanjut saja” sambung ketua kelas.
“Iya. Ayo kita langsung pergi ke warung!” ajak Mimin penuh semangat membara.
Sampai di warung mereka memesan minuman yang sama dengan memilih ragam merk minuman yang tertera dikertas petunjuk pada meja pelayan, semuanya milih susu cokelat. Evaluasi baru dimulai membahas perkembangan matematika dari tahun sebelumnya yang silam sampai saat ini. Sepuluh menit ke belakang Lisa telah berada di pintu tanpa suara yang diduganya, Noval menoleh tanpa sengaja ternyata Lisa sempat melambaikan tangan tambah mulut tersenyum dan membisu.
“Hei….! Hallo Lisa selamat datang!” sambut Noval tangan diangkat tinggi-tinggi dan menatapkan telapak tangannya.
“Hai….! Teman-teman!” suara Lisa sambil membalas dengan senyuman mungilnya.
“Silahkan duduk!” Eva tanpa berpikir panjang mempersilahkannya tangan Lisa dipegang dengan lembut.
Ketua kelas mengusulkan kepada si pelayan ditambah satu gelas. Langkah demi langkah semua minuman telah matang dengan hangat, manis aroma melintas, dan seorang pelayan nganterin lalu membagikan satu persatu, gelas-gelas telah terlihat menjejer di depannya sembari menikmati harum yang melayang pada penciuman.
“Ayo minum!” ajak ketua kelas.
“Ayo! Ayo! Ayo!” sambung yang lain.
“Oke. Kita bisa lanjutkan kembali evaluasi” lanjut ketua kelas tangan meletakkan genggamannya di atas meja minum.
“Yang kita evaluasi tentang apa sih?” tegur Lisa mulai berani ngomong gelas masih tergepal ditangannya.
“Evaluasi tentang matematika” jawab yang lain.
“Pada tahun kemarin kita sudah tahu, bahwa dibidang matematika telah menarik juara satu tingkat provinsi NTB” jelas Noval kepada teman-temannya.
“Betul, betul, betul” lirik ketua kelas.
“Dengar-dengar! katanya ada Olimpiade Matematika tingkat Kabupaten” ingat Lisa muka menengadah langit-langit warung yang tak berornamen.
“Iya,” singkat ketua kelas.
Eva terasa kaget sama Lisa, karena dia sudah berani menstart dan mengeksplos mengungkap kejiwaannya, padahal sebelumnya dia tidak bisa ngomong di depan mereka sehingga mengingat informasi  tersebut. Mungkin karena ada faktor semangat dia lebih kerapkali aktif ikut kegiatan teman-temannya yang lumrah melakukan evaluasai. Evaluasi terus bertahan sampai menemukan siapa yang lebih menonjol dibidang ilmu matematika. Hanya satu yang superlativ cerdas dan tangkas serta lebih menguasai bahkan mendalami.
“Kita di sini sudah tahu siapa yang berpotensi diantara kita melainkan Noval” ungkap Lisa tanpa mematung dan melamun.
“Ha…ha…ha…” Noval tertawa berdahak-dahak.
“Em….” Lisa menebar senyum mungilnya mempesona dan berbunga.
“Ngomong-ngomong dikemudian hari kalau ada informasi Olimpiade Matematika mendingan saudara Noval harus turun” tambah Eva tangan menuding kearah Noval.
Satu bulan lamanya dari sekian banyak kesempatan emas yang mereka jalani dengan berkeluh kesah dan jerih payah hati mereka menyandang mengais-ngais jalinan suci dalam merangkai kunci kesuksesan dan kemajuan yang lebih estetis akan hidupnya, dikeramaian siswa iformasi telah muncul terpajang di papan info siswa mengenai hal Olimpiade Matematika tingkat se-Kabupaten yang diadakan oleh Departemen Pendidikan Nasional di SMAN 1 Dompu. Para siswa bersegera masuk kelas untuk mengikuti mata pelajaran, Bapak Muzain selaku guru matematika menyempatkan diri memanfaatkan jadwalnya untuk menyampaikan bahan ajarnya kepada seluruh peserta didik kelas Sembilan SMP tersebut. Usai proses berlangsungnya mata pelajaran, Bapak Muzain dengan sengaja sambil memberikan informasi bahwa spesial kelas tiga ada satu siswa yang akan dikirim ke SMAN 1 Dompu dalam rangka mengisi Olimpiade Matematika tingkat se-Kabupaten.
“Kira-kira siapa Pak?” Tanya ketua kelas.
“Saya mau kirim seorang siswa yang punya nama Noval” sahutnya pelan-pelan membuat siswa penasaran.
“Kapan hari pelaksanaannya Pak?” Tanya siswa yang lain.
“Hari pelaksanaannya, pada hari seni mendatang” jelas Bapak Muzain.
Teman-teman Noval merasa bahagia dan menghrapnya selalu sukses. Ketika Noval bersama teman-temannya dia minta dukungan doa restu serta motivasi agar dirinya tidak akan pernah ditimpa risau dalam mengahadapinya.
Hari senin, para siswa telah datang ke sekolah serta pada saat itu ikut menyaksiskan akan kerberangkatan Noval ke SMAN 1 Dompu untuk mengikuti Olimpiade Matematika. Noval dan Bapak Muzain terlihat keluar dari ruang kantor dan membawa tas yang dijinjingnya sekaligus siap berangkat dari garasi tercinta, dan wajah-wajah di sekitranya turut berpartisipasi. Noval dan Bapak Muzain membuka pintu mobilnya dan akan segera melaju ke istana Olimpiade Matematika yang diiringi ratusan lambaian tangan dengan haluan sukses…sukses…dan sukses….!
Mobil yang dikendarainya membelok dari halaman sekolah membawa tujuan yang positif, para siswa pulang sekolah karena kebetulan pada hari itu diliburkan, ketua kelas tiga, Ani, Mimin, Eva, dan Lisa barbincang-bincang untuk saling mendo’akan Noval biar dia tidak lepas sebagai siswa berprestasi pada tingkat se-Kabupaten, sekian lama kemudian mereka sembari menunggu informasi sampai paginya di sekolah masih belum ada kepastian apakah Noval sukses atau tidak?. Menjelang jam masuk sekolah mobil terlihat dari pintu gerbang halaman sekolah yang dikendarainya melantangkan bunyi klakson membuka telinga siswa yang ada di sekitar lingkungan sekolah.
“Itu mobilnya baru datang” Mimin melihatnya dari pintu ruangan kelas sebelah tangan kanan menuding.
“Iya, ayo dekati dia!” ajak Eva
Permisi” sahut ketua kelas.
“Semoga sukses!” seru Lisa dadanya deg-degan.
Mobil masuk dari pintu gerbang lalu berhenti di depan kantor sekolah. Bapak Muzain buka pintu mengawali tanpa memeggang apa-apa, baru kemudian Noval membuka pintu tangannya repot menggendong tropi emas berkaki empat belum lagi dadanya berkalung medali emas. Teman-teman menatapnya dengan mata membelalak lain mulut terbuka senggawai, ketua kelas lari menghampiri hanya memeluknya.
“Selamat dan sukses atas perjuangannmu Noval” sapa ketua kelas.
“Terima kasih atas dukungan doa restumu” ungkap Noval bibirnya menabur syukur bahagia.
“Eh. Noval dapat juara berapa?” Eva reflek bertanya.
“Sesuai dengan genggaman tropi ini dan kalung medali, tentu pasti juara satu” timpal Noval.
“Berarti, prestasi Noval sekarang menggapai tingkat se-Kabupaten ya!” sambung Kauni.
“Alhamdulillah!”
“Engkaulah teladan terbaik di sekolah ini untuk genersi kegenerasi selanjutnya” Lisa memandangnya dan menghibur hati Noval.
Pada akhirnya Noval diajak ke kantor oleh Bapak Muzain untuk istirahat dan berkenan menemui dengan salah satu staf pengajar yang ada di dalam kantor, teman Noval dengan penuh rasa toleran sebagai teman yang pantas menjadikan keindahan yang semestinya harus dia tempuh. Dua puluh menit mereka menunggunya di depan kelas sampai dia bergegas pulang, Noval dengan langkah kaki kanannya dari pintu kantor perlahan-lahan mengarahkan dirinya mendekati teman-teman yang senasib seperjuangan dalam keabadian serta mengajak mereka pulang.[]

Sekian…!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar