Oleh: Sugerman
Sekumpulan
air embun menjejer melimpah di daun rumput-rumput hijau menebar sejuknya udara
nan memutih salju di bawah kabut kelam, dan menabur hiasasn rasa, betapa
berharganya akan hidup ini pada kisi-kisi pandangan langit yang membiru beralas
awan. Angin tiada menghembus pohon dan dedaunan yang lagi mematung, burung-burung
berkicau sembari mengibaskan sayap indahnya yang siap menagantar ekornya kemana
burung itu akan segera bergegas? Matahari pagi tersenyum pancar sinar menyirami
dataran bumi dan langit yang penuh dengan aneka ragam warna pada kala pagi
bersaksi.
Tak
satupun makhluk terasa hampa walau impian tidak senampak dunia yang dipijaknya,
namun seolah-olah tercemin sebuah tanda yang bermandikan harapan kian cemerlang.
Bayangan harapan senantiasa menawan pada detik-detik kehidupan menyusul jalan
hidup abadi. Kilatan cahaya mata hari terlihat dekat dari pemukiman menembus
sela-sela awan berterbangan, angin membawanya lari
kemana-mana bayangan terjiplak di muka bumi yang mambulat luas.
Warung
caffe tempat Noval terbiasa istirahat bersama teman-temannya setelah dia keluar
dari jam sekolah sembari ngobrol dan minum kopi, disamping itu mereka tidak
hanya ngobrol, akan tetapi mereka sambil mengevaluasi hasil mata pelajaran yang
telah disampaikan oleh guru bidangnya di dalam kelas, Noval adalah salah satu
siswa paling rajin, cerdas, pandai dan bersemangat serta terpercaya diantara
teman-teman yang lain di SMPN 1 Dompu yang biasa disebut atau berstatus sekolah
unggulan tingkat SMP dan sederajat se Dompu. Usai
Noval mengevaluasi hasil apa yang disampaikan gurunya dia langsung mengajaknya
segera pulang.
“Teman-teman!
Ayo kita pulang dulu soal evaluasi biasanya
kita bahas saat kumpul lagi” ekspresi Noval mendahului.
“Iya, nggak
apa-apa, yang penting kita tetap evaluasi kapan saja dan dimana saja?” jawab
Kauni mewakili teman-teman yang lain tanpa menolak
“Bagaimana
kalau kita evaluasi di dalam kelas ketika guru tidak hadir?” susul Ani
kepada teman-temannya tak terkecuali.
“Itulah!
Usulan yang bagus, bahkan bisa saja semua teman sekelas nanti juga ikut
evaluasi” balas Mimin sambil menunjuk tubuh dengan tegas bergerak.
“Iya.
Sudah dulu, ayo pulang!” ajak Lisa tangan mangangkat tas yang hendak
digendongnya.
Bayangan
sinar matahari mulai tergelincir dari ukuran waktu-kewaktu, membekas jalan waktu,
menyisa pada hari yang menyilaukan, tak lama kemudian lima siswa itu membayar
uang minuman kepada jongos warung caffe sebelum mereka melangkahi pintu
kejujuran. Masing-masing tas digendong dan bersegera pulang ke rumahnya, mereka pulang dengan berjalan
kaki tanpa merasa lelah kendati pun
serangan sinar matahari menyengat tubuh mereka sehingga air keringat meleleh menusuk
jantung tiada henti membasah pakaian yang dikenakan, tiba di pertengahan jalan
mereka berpisah langkah di jalan trotoar dan hanya berkata sampai jumpa pada
pertemuan besok di sekolah.
Suatu
saat. Lisa berangan-angan saat berada di rumahnya berpikir akan keperibadian sendiri
sebagai siswa diam terpaku diantara siswa yang lain, dia mender tidak memiliki
keberanian untuk berbicara di muka teman-temannya tidak seperti Eva,
Mimin, Ani, dan juga Noval. Namun Lisa sangat
perhatian dan memperhatikan serta tidak pernah memojokkan, bahkan dia tetap
antusias demi mengejar ilmu yang dicapainya.
Pada
esok harinya mereka kembali menatap kedatangan di sekolah sambil tegur sapa
bagaimana keadaan diantara meraka, semua dalam keadaan baik sehingga tak
satupun yang absen pada saat itu. Sauki mengajak berkumpul di halaman sekolah
sebelum bell berbunyi maunya cuma mengingat kembali masalah yang dibicarakan
pada hari kemarin agar teman-teman tidak mudah mengabaikan dalam membangun
semangat belajar. Bel sudah berbunyi pertanda jam pertama akan masuk, semua
siswa bergegas masuk ruangan kelas untuk mengikuti dan merekam mata pelajaran.
Waktu
telah berputar selama lima menit anak-anak siswa menunggu seorang guru pengajar
matematika dengan duduk rapi mengenakan seragam pramuka, sepuluh menit kemudian
guru masih belum hadir. Ketua kelas memberanikan diri keluar dari ruang kelas
pergi menuju kantor sekolah, ketua kelas dengan wajah berseri ia mendekati
pintu dan meraba-raba.
“Assalmu’alaikum”
ucap ketua kelas sebelum kaki melangkahi pintu.
“Wa’alaikum
salam” jawab seorang pegawai TU lalu mempersilahkannya masuk ruangan
“Ada
apa?” tanya pegawai TU
“Saya
hanya ingin bertanya Pak. Apa Bapak Muzain sekarang tidak dapat melanjutkan
mata pelajaran?” ketua kelas bertanya dengan sikap ramah.
“Betul,
sekarang beliau tidak dapat melanjutkan. Soalnya beliau punya kepentingan lain”
timpal pegawai TU sambil meratakan kertas tugasnya di
meja tugas.
“Kalau
begitu, terima kasih dulu ya Pak!”
“Eh…bentar,
bentar, begini saja, tolong untuk hari ini dari pada membuang waktu alangkah
baiknya anda gunakan waktu di dalam kelas bersama teman-temanmu, berdiskusi
atau bahkan evalauasi hasil dari mata pelajaran sebelumnya” pesan pegawai itu kepada ketua kelas.
“Baik
Pak, saya akan ajak semua teman di kelas” timpal ketua kelas dengan mimik serius
kepalanya manggut-manggut.
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum
salam”
Ketua
kelas bubar dari kantor selesai bicara dengan pegawai TU,
kembali lagi ke ruang semula yang kebetulan siswa masih duduk dengan rapi
sambil menunggu kabar dari ketua kelasnya, ketika ketua kelas masuk ruangan
siswa reflek langsung bersuara padanya.
“Gimana!
masuk apa nggak?” nyaris semua siswa bersuara.
“Bapak
sekarang tidak bisa masuk, karena punya kepentingan lain kata pegawai TU”
tuturnya dan memperhatikan semua siswa serta ingin mengajak untuk tidak
mengosongkan ruangan, namum siswa banyak yang teriak, ada yang mau keluar, ada
juga yang mau pulang. Sementara siswa tetap ditahan oleh ketua kelas dan
diminta perhatiannya.
“Sekarang,
kata pegawai TU barusan diminta, sekalipun tidak ada
guru jangan sampai keluar ruangan ini apalagi pulang ” ketua kelas membuka amanatnya.
“Emang,
ngapain di ruangan ini kalau tanpa guru?” logat siswa lainnya agak menantang tampak
mata melotot.
“Kita
semua selagi ada di ruang ini dituntut untuk berdiskusi atau evaluasi bersama”
lanjut ketua kelas.
“Saya
sangat mendukung, setuju kalu kita diskusi apalagi evaluasi” Noval mengungkap
moodnya sampai tangan kanannya diajungkan.
“Uuuui…..!”
teriak teman-teman tak tuntas.
Dengan
sabar dan tabah, ketua kelas tidak memaksa teman-teman yang malas diajak untuk
diskusi atau juga evaluasi hanya saja dia suka mengajak siapa yang memiliki
keinginan diantara mereka, ternyata dari sekian banyak siswa hanya Noval, Eva,
Lisa, Ani dan Mimin yang bisa ditarik pada saat itu,
sedangkan yang lainnya serentak bubar meninggalkan ruangan tidak menghargai
saran penuturnya. Ketua kelas mengajak mereka duduk berdekatan di atas bangku
dan berupaya apa yang harus dibahasnya. Noval telah memegang kebiasaan sebelumnya
mengenai hal itu yang kerapkali dilakukan sama teman senasib seperjuangannya baik
formal maupun nonformal dalam bentuk ‘Evaluasi’.
“Meurut saya
peribadi, mendingan evaluasi saja” usul Noval kepada ketua kelasnya.
“Kira-kira
tentang apa yang akan kita evaluasi bersama?” tanya ketua kelas.
“Seyogianya
saya bersama teman-teman ini hampir tiap hari mengadakan evaluasi usai jam
sekolah di warung caffe” imbuh Noval
“Dan
yang kita evaluasi adalah tentang pendidikan kita sehari-hari” lanjut Noval.
“Oh….!
Iya. Kalau begitu kini evaluasi tentang Matematika” ajak ketua kelas.
“Okey!
Kita langsung saja dimulai” timpal Noval menunjukkan jari jempolnya.
Saat
evaluasi berlangsung satu jam lamanya, Lisa salah seorang siswa yang tidak mampu
membuahkan untaian kata lisannya bahkan sama sekali tidak mengekspresikan
kejiwaannya, mulut Lisa terus menganga lain kepala sembari manggut-manggut
seolah ia paham maksud terhadap apa yang sedang dibicarakan teman-temannya. Eva
mendorongnya bicara agar dia lepas dari diam terpaku.
“Lisa! Ayo
ekspresikan! buka otakmu jangan diam!” sela Eva
memotivasi dengan jari telunjuknya menyentuh kepala
Lisa.
“Aku
bukan tidak suka mengekspresikan, tapi aku nggak punya ide yang harus
dibicarakan” liriknya serta menampakkan akan kelemahan dirinya.
Ia merasa
kasihan melayang sama Lisa, semenjak ia ikut meramaikan setiap mengadakan evaluasi
baik formal maupun nonformal. Karen dia tidak tahu cara mangasah daya pikirnya.
Sedangkan yang lain lagian mantap membicarakan tentang mata pelajaran metematika
yang banyak menguasai di sekolah itu. Jam istirahat telah tiba mereka masih belum
selesai membahasnya saking semangat mereka menyala-nyala dalam membentuk masa
depan yang cerah dan terarah melalui pendidikan.
Menjelang
mata pelajaran jam kedua, semua siswa kelas tiga masih berkeliaran di sekitar
lingkungan sekolah, kebetulan siswa yang tidak suka ikut evaluasi hanya
ngobrol-ngobrol saja di tempat istirahat dan menyia-nyiakan yang tak pernah
berulang. Lazimnya cuma kumpul tanpa memperhatikan buku mata pelajaran bahkan
digendongnya begitu saja, ketua kelas tanpa menyadari waktu dan tidak menyangka
bunyi bell terdengar lantang bahwa jam kedua dan terakhir akan segera masuk.
Sehabis
mata pelajaran, ketua kelas juga teman sekelasnya yang senang diajak evaluasi
pada jam pertama ketika guru tidak hadir, mereka pun
tidak berkeliaran kemana-mana melainkan saling mengutarakan bahwa pada hari
esok kendatipun hari tenang atau libur kita tetaplah hadir kesini.
“Kenapa
sih besok bisa libur?” tegur Ani wajahnya menatap
antusias.
“Besok
libur, karena benturan dengan tanggal merah” papar ketua kelas lebih singkat.
“Ooh……!”
mulut Ani memuncung dan sejenak menghayal kenapa
diriku ini tidak tahu?
“Terus!
Ngomong-ngomong kumpulnya besok dimana?” lanjut Ani tapak
matanya menyempit.
“Saya
pasrahkan kepada kalian” sambung ketua kelas.
“Kalau
kita biasa kumpul di warung caffe” liriknya kepada
temannya dengan kedipan mata.
“Iya.
Tidak apa-apa, kita semua disamping evaluasi sambil minum kopi atau minuman apa
saja yang sekiranya tidak membuat kita alergi” jelas ketua kelas.
Hari-hari
telah mereka jalani dalam aktivitas hidupnya yang selalu mengemban dari masa
kemasa, demi mewujudkan mimpi suci tanpa jeda. Perang pendidikan terus melanda
di sekolah, memotivasi dan membedah keterampilan dalam menumbuhkembangkan
dinamika siswa yang tidak akan pernah kebablasan, sehingga mampu mengasah dan
mencetak potensi kreatif serta inovatif. Jam 07.30 pagi mereka-mereka sedang
melaju di tengah-tengah jalan menuju sekolah tercinta dengan tujuan
memanfaatkan hari libur melalui evaluasi hasil proses pembelajaran sehari-hari,
pada jam 08.00 mereka sudah mampir di halaman sekolah sambil menunggu Lisa, dia
sendirian melayar tanpa lamunan. Kemudian Mimin mengiranya
tidak akan hadir pada kali ini.
“Eh!
Kita nggak usah nunggu Lisa. Mungkin dia special hari ini punya halangan” sapa
Mimin dengan mimik tak memungkinkan kepada teman-temannya.
“Okelah!
Mendingan lanjut saja” sambung ketua kelas.
“Iya. Ayo
kita langsung pergi ke warung!” ajak Mimin penuh
semangat membara.
Sampai
di warung mereka memesan minuman yang sama dengan memilih ragam merk minuman
yang tertera dikertas petunjuk pada meja pelayan, semuanya milih susu cokelat. Evaluasi
baru dimulai membahas perkembangan matematika dari tahun sebelumnya yang silam
sampai saat ini. Sepuluh menit ke belakang
Lisa telah berada di pintu tanpa suara yang diduganya, Noval menoleh tanpa
sengaja ternyata Lisa sempat melambaikan tangan tambah mulut tersenyum dan
membisu.
“Hei….!
Hallo Lisa selamat datang!” sambut Noval tangan diangkat
tinggi-tinggi dan menatapkan telapak tangannya.
“Hai….!
Teman-teman!” suara Lisa sambil membalas dengan senyuman mungilnya.
“Silahkan
duduk!” Eva tanpa berpikir panjang mempersilahkannya
tangan Lisa dipegang dengan lembut.
Ketua
kelas mengusulkan kepada si pelayan ditambah satu gelas.
Langkah demi langkah semua minuman telah matang dengan hangat, manis aroma
melintas, dan seorang pelayan nganterin lalu membagikan satu persatu, gelas-gelas
telah terlihat menjejer di depannya sembari menikmati harum yang melayang pada
penciuman.
“Ayo
minum!” ajak ketua kelas.
“Ayo! Ayo!
Ayo!” sambung yang lain.
“Oke.
Kita bisa lanjutkan kembali evaluasi” lanjut ketua kelas tangan meletakkan
genggamannya di atas meja minum.
“Yang
kita evaluasi tentang apa sih?” tegur Lisa mulai berani ngomong gelas
masih tergepal ditangannya.
“Evaluasi
tentang matematika” jawab yang lain.
“Pada
tahun kemarin kita sudah tahu, bahwa dibidang matematika telah menarik juara satu
tingkat provinsi NTB” jelas Noval kepada teman-temannya.
“Betul,
betul, betul” lirik ketua kelas.
“Dengar-dengar!
katanya ada Olimpiade Matematika tingkat
Kabupaten” ingat Lisa muka menengadah langit-langit warung yang tak berornamen.
“Iya,”
singkat ketua kelas.
Eva
terasa kaget sama Lisa, karena dia sudah berani menstart dan mengeksplos
mengungkap kejiwaannya, padahal sebelumnya dia tidak bisa ngomong di depan mereka
sehingga mengingat informasi tersebut.
Mungkin karena ada faktor semangat dia lebih kerapkali aktif ikut
kegiatan teman-temannya yang lumrah melakukan evaluasai. Evaluasi terus
bertahan sampai menemukan siapa yang lebih menonjol dibidang ilmu matematika.
Hanya satu yang superlativ cerdas dan tangkas serta lebih menguasai bahkan
mendalami.
“Kita di
sini sudah tahu siapa yang berpotensi diantara kita melainkan Noval” ungkap
Lisa tanpa mematung dan melamun.
“Ha…ha…ha…”
Noval tertawa berdahak-dahak.
“Em….”
Lisa menebar senyum mungilnya mempesona dan berbunga.
“Ngomong-ngomong
dikemudian hari kalau ada informasi Olimpiade
Matematika mendingan saudara Noval harus turun” tambah Eva
tangan menuding kearah Noval.
Satu
bulan lamanya dari sekian banyak kesempatan emas yang mereka jalani dengan
berkeluh kesah dan jerih payah hati mereka menyandang mengais-ngais jalinan
suci dalam merangkai kunci kesuksesan dan kemajuan yang lebih estetis akan
hidupnya, dikeramaian siswa iformasi telah muncul terpajang di papan info siswa
mengenai hal Olimpiade Matematika tingkat
se-Kabupaten yang diadakan oleh Departemen
Pendidikan Nasional di SMAN 1 Dompu. Para siswa bersegera masuk kelas
untuk mengikuti mata pelajaran, Bapak Muzain selaku guru matematika menyempatkan
diri memanfaatkan jadwalnya untuk menyampaikan bahan ajarnya kepada seluruh
peserta didik kelas Sembilan SMP tersebut. Usai
proses berlangsungnya mata pelajaran, Bapak Muzain dengan sengaja sambil
memberikan informasi bahwa spesial kelas tiga ada
satu siswa yang akan dikirim ke SMAN 1 Dompu dalam
rangka mengisi Olimpiade Matematika tingkat
se-Kabupaten.
“Kira-kira
siapa Pak?” Tanya ketua kelas.
“Saya
mau kirim seorang siswa yang punya nama Noval” sahutnya pelan-pelan membuat
siswa penasaran.
“Kapan
hari pelaksanaannya Pak?” Tanya siswa yang lain.
“Hari
pelaksanaannya, pada hari seni mendatang” jelas Bapak Muzain.
Teman-teman
Noval merasa bahagia dan menghrapnya selalu sukses. Ketika Noval bersama
teman-temannya dia minta dukungan doa restu serta motivasi agar dirinya tidak
akan pernah ditimpa risau dalam mengahadapinya.
Hari
senin, para siswa telah datang ke sekolah serta pada saat itu ikut menyaksiskan
akan kerberangkatan Noval ke SMAN 1 Dompu untuk mengikuti
Olimpiade Matematika. Noval dan Bapak
Muzain terlihat keluar dari ruang kantor dan membawa tas yang dijinjingnya sekaligus
siap berangkat dari garasi tercinta, dan wajah-wajah di sekitranya turut
berpartisipasi. Noval dan Bapak Muzain membuka pintu mobilnya dan akan segera
melaju ke istana Olimpiade Matematika
yang diiringi ratusan lambaian tangan dengan haluan sukses…sukses…dan sukses….!
Mobil
yang dikendarainya membelok dari halaman sekolah membawa tujuan yang positif,
para siswa pulang sekolah karena kebetulan pada hari itu diliburkan, ketua
kelas tiga, Ani, Mimin, Eva, dan
Lisa barbincang-bincang untuk saling mendo’akan Noval biar dia tidak lepas
sebagai siswa berprestasi pada tingkat
se-Kabupaten, sekian lama kemudian mereka sembari menunggu informasi sampai
paginya di sekolah masih belum ada kepastian apakah Noval sukses atau tidak?.
Menjelang jam masuk sekolah mobil terlihat dari pintu gerbang halaman sekolah yang
dikendarainya melantangkan bunyi klakson membuka telinga siswa yang ada di
sekitar lingkungan sekolah.
“Itu
mobilnya baru datang” Mimin melihatnya dari pintu ruangan kelas sebelah tangan
kanan menuding.
“Iya,
ayo dekati dia!” ajak Eva
“Permisi”
sahut ketua kelas.
“Semoga
sukses!” seru Lisa dadanya deg-degan.
Mobil
masuk dari pintu gerbang lalu berhenti di depan kantor sekolah. Bapak Muzain
buka pintu mengawali tanpa memeggang apa-apa, baru kemudian Noval membuka pintu
tangannya repot menggendong tropi emas berkaki empat belum lagi dadanya
berkalung medali emas. Teman-teman menatapnya dengan mata membelalak lain mulut
terbuka senggawai, ketua kelas lari menghampiri hanya memeluknya.
“Selamat
dan sukses atas perjuangannmu Noval” sapa ketua kelas.
“Terima
kasih atas dukungan doa restumu” ungkap Noval bibirnya menabur syukur bahagia.
“Eh. Noval
dapat juara berapa?” Eva reflek bertanya.
“Sesuai
dengan genggaman tropi ini dan kalung medali, tentu pasti juara satu” timpal
Noval.
“Berarti,
prestasi Noval sekarang menggapai tingkat se-Kabupaten ya!” sambung Kauni.
“Alhamdulillah!”
“Engkaulah
teladan terbaik di sekolah ini untuk genersi kegenerasi selanjutnya” Lisa
memandangnya dan menghibur hati Noval.
Pada
akhirnya Noval diajak ke kantor oleh Bapak Muzain untuk istirahat dan berkenan
menemui dengan salah satu staf pengajar yang ada di dalam kantor, teman Noval
dengan penuh rasa toleran sebagai teman yang pantas menjadikan keindahan yang
semestinya harus dia tempuh. Dua puluh menit mereka menunggunya di depan kelas
sampai dia bergegas pulang, Noval dengan langkah kaki kanannya dari pintu
kantor perlahan-lahan mengarahkan dirinya mendekati teman-teman yang senasib
seperjuangan dalam keabadian serta mengajak mereka pulang.[]
Sekian…!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar