Minggu, 31 Maret 2013

Budaya Rimpu Mpida



Sugerman


Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, setiap suku dan ras. Di setiap daerah memiliki budaya dan adat istiadat masing-masing yang memang menjadi rujukan hidup secara cultural dan berfungsi sebagai deskripsi keunikan sebuah daerah. Budaya (cultural) merupakan gaya hidup dalam setiap daerah. Dalam konteks cultural atau budaya secara historis dan secara empiris realitas di lapangan bahwa budaya merupakan deskripsi adat istiadat yang selalu melekat dalam diri setiap insan yang memang tidak bisa dipisahkan secara emosional dan batin dan bukan lahiriah.


Ketika proses kedekatan itu dilakukan secara emosional dan batin, maka setiap insan yang ada lingkaran cultural (budaya) tersebut misalnya budaya animisme dan dinamisme akan selalu jauh dengan sistem agamaisme ataupun aqidah. Ketika kemudian budaya tersebut selalu dikedepankan, maka secara aqidah setiap insan akan masuk dalam lingkaran setan maupun agamais sekulerisme. Sehingga kemudian setiap insan akan terjerumus dalam lingkaran tersebut dan memiliki pemahaman sekularisasi. Dan sebaliknya, ketika budaya yang melekat dalam setiap insan itu secara agamais yang mengarah pada proses peningkatan religiusitas dan humanitas maka kehidupan manusia akan masuk dalam lingkaran agamais, sehingga akan mendapatkan nilai-nilai islamisasi.


Secara historis kehidupan setiap bangsa dan setiap daerah memiliki keunikan sebuah cultural sehingga sebuah keunikan tersebut menjadi sebuah perspektif yang berbeda-beda dari diri setiap insan. Dalam konteks apapun sebuah budaya merupakan warisan nenek moyang dan kemudian warisan tersebut merupakan repsentatif gaya hidup jaman moyang ataupun jaman dahulu dan kemudian setiap insan pada hari ini merupakan regenerasi moyang-moyang terdahulu yang kemudian sebagai regenerasi moyang setiap insan harus menjadi regenerasi yang patuh dan taat kepada warisan moyang semasih warisan moyang tersebut tidak menyimpang dari nilai-nilai agamais.


Berdasarkan sebuah gagasan atau ide yang mendasar tersebut di atas, maka secara cultural daerah Bima dan Dompu merupakan sebuah daerah nomor dua yang diberi predikat sebagai daerah Serambi Mekkah, kedua dari Aceh diseluruh Indonesia. Yang menjadi pertanyaan kemudian mengapa daerah Bima dan Dompu diberi predikat sebagai daerah Serambi Mekkah?. Jawabannya, karena daerah Bima dan Dompu terkenal dengan budaya Rimpu Mpida. Dalam konteks “Rimpu Mpida” yang menjadi adat istiadat bagi kaum hawa, bahwa apabila keluar dari Rumahnya maupun berada dalam Rumahnya. Bagi kaum Hawa khususnya para pemudi daerah Bima dan Dompu selalu melekat sebuah falsafah ”Maja Labo Dahu”.


Maja Labo Dahu merupakan falsafah bagi para pemuda dan pemudi jaman dulu sampai jaman sekarang, sehingga bagi para pemuda dan pemudi jaman dulu selalu melekat falsafah tersebut dan falsafat tersebut merupakan pedoman hidup yang selalu membias dalam diri setiap insan khususya kaum Hawa. Kaum Hawa jaman dulu selalu malu dan takut apabila memperlihatkan atau memamerkan auratnya apalagi dilihat oleh laki-laki yang bukan muhrimnya, sehingga mereka selalu memakai “Rimpu Mpida”. Pembuktian ini bukan sebuah rekayasa, akan tetapi ini merupakan sebuah realitas kehidupan masyarakat pada jaman dulu yang selalu takut pada falsafah dan dosa kepada Tuhan yang telah menciptakan bumi dan langit beserta isinya.


Sejarah tinggal sejarah, falsafah tinggal falsafah dan Rimpu Mpida tinggal sebuah kenangan lama yang tiada terlupakan oleh insan yang masih melekat falsafah “Maja labo dahu”. Akan tetapi bagi insan yang tidak sadar akan sebuah jati diri sebagai anak turunan dari moyang-moyang Bima dan Dompu selalu mengeluarkan kata-kata “Kuno, Kampungan, nggak jamani dll” ketika orang tuanya, masyarakat, ulama (ustadz) melarang untuk membuka aurat lagi-lagi memamerkan aurat dan kemudian ketika  menceritakan sebuah historis masyarakat Bima dan Dompu tentang “Rimpu Mpida” pasti melontarkan kata-kata ”itukan jaman dulu Pak/ Ibu”


Seiring dengan perkembangan jaman yang begitu pesat sebuah budaya Rimpu Mpida dan sebuah Falsafah “Maja labo Dahu” tinggal sebuah kenangan lama dan simbolitas semata. Budaya tersebut jaman sekarang hanya ditampakkan untuk acara ceremonial saja pada saat acara-acara besar sebagai ajang pameran simbolitas historis ataupun menampakan dan mendekripsikan sebuah budaya daerah Bima dan Dompu.


“Dunia pada Menangis” ketika melihat perubahan pada diri masyarakat Bima dan Dompu yang terkenal dengan budaya tersebut. Perubahan pada diri para pemuda dan pemudi pada hari sangat drastis, sebuah suntikan budaya global yang telah melakukan gerakan-gerakan imperialisme historis. Sehingga budaya “Rimpu Mpida” telah terkikis dalam-dalam akibat derasnya pengaruh globalisasi. Pembuktian ini telah terjadi pada remaja pada hari ini yang tidak pernah tahu mana yang salah dan mana yang benar, banyak remaja yang masuk dalam lingkaran setan misalnya penyalahangunaan narkoba, seksual dan segala penyimpangan yang lainnya. Pertanyaan kemudian adalah siapakah yang patut kita persalahkah pada hari ini, apakah orang tua, pemerintah ataupun arus globalisasi yang selalu memberikan suntikan budaya ala barat? Pertanyaan ini mari kita renungi bersama sehingga menghasilkan sebuah jawaban yang perlu kita renungkan.


By:

Sugerman
Tanggal 15 Februari 2008







Tidak ada komentar:

Posting Komentar