Kamis, 21 Agustus 2014

Artikel Analisis Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa Bima Dialek Donggo

Analisis Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa Bima
Dialek Donggo

Sugerman
E-mail.dompucities@gmail.com
Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Islam Malang
Alamat Korepondensi: Gang 18 Depan ATM BNI Unisma, Nomor Kos 1206 Kelurahan Dinoyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang
Hp (082232853786/ 087866748806).

Abstrak: Proses afiksasi kata kerja Bahasa Bima dialek Donggo yaitu prefiks, sufiks, dan konfiks; proses reduplikasi yaitu reduplikasi seluruh dengan penyekat ka dan memunyai konsonan bilabial /p/, reduplikasi sebagian, reduplikasi yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks, dan reduplikasi dengan perubahan fonem dengan penyekat ra; komposisi yaitu komposisi dasar dan komposisi berafiks; memunyai konsonan ganda (kluster); penambahan fonem hamzah atau glotal stop (?); dan memunyai tanda sempang pada konsonan laminobilabial /b/ dan /d/ sehingga menjadi fonem konsonan laminobilabial implosif /ḇ/ dan /ḏ/.

Kata kunci: morfologi, kata kerja, bahasa bima, dialek donggo

Abstract: Process of affixation Bima language verbs, especially Donggo dialect are prefix, suffix, and confix; process reduplication with all combination ka and own consonant bilabial /p/, reduplication one half, reduplication that combination with affix, and reduplication with change of combination phoneme ra; the compound are basic compound and affix compound; possess multiple consonant (cluster); adding to hamzah phoneme or glotal stop (?); and have symbol enough consonant laminobilabial /b/ and /d/ so that to become consonant laminobilabial implosif phoneme /ḇ/ and /ḏ/.

Keywords: morphologi, verbs, bima language, donggo dialect

PENDAHULUAN
Sejak zaman dahulu, bahkan mungkin semenjak zaman manusia diciptakan, bahasa merupakan salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari seluruh kehidupan umat manusia. Oleh karena itu, bahasa sampai saat ini merupakan salah satu persoalan yang sering dimunculkan dan dicari jawabannya. Mulai dari pertanyaan “Apa itu bahasa?” sampai dengan “Dari mana asal mula bahasa itu?”. Pertanyaan-pertanyaan menggelitik inilah yang kemudian menjadikan suatu bahasa sebagai persoalan yang menghasilkan jawaban-jawaban yang menurut hemat penulis belum memuaskan.
Banyak jawaban dari teori yang telah diungkapkan. Akan tetapi, semuanya belum memuaskan. Mengapa demikian? karena bahasa senantiasa hadir dan dihadirkan. Ia berada dalam diri manusia, dalam alam, dalam sejarah, dalam wahyu Tuhan. Ia hadir karena karunia Tuhan sang pencipta alam raya. Tuhan itu sendiri menampakkan diri pada manusia bukan melalui Zat-Nya, akan tetapi melalui bahasa-Nya, yaitu bahasa alam dan kitab suci (Hidayat, 2009:21).
Bahasa merupakan karunia Tuhan untuk manusia, maka upaya mengetahuinya merupakan suatu kewajiban dan sekaligus merupakan amal saleh. Jika seseorang mampu mengetahui berbagai bahasa, maka ia sudah pasti termasuk orang yang banyak pengetahuannya. Jika dia banyak pengetahuannya, maka dia termasuk orang yang beriman. Dialah yang derajatnya diangkat oleh Tuhannya, “Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu”. Hidup tanpa ilmu bagaikan berjalan ditengah malam yang gelap gulita tanpa secercah cahaya. Dengan demikian, memelajari bahasa adalah bentuk ibadah yang harus kita lakukan.
Bahasa merupakan sistem tanda bunyi ujaran yang bersifat arbitrer atau sewenang-wenang. Bahasa mempunyai sistem yang sifatnya mengatur. Bahasa merupakan suatu lembaga yang memiliki pola-pola atau aturan-aturan yang dipatuhi dan digunakan (kadang-kadang tanpa sadar) oleh pembicara dalam komunitas saling memahami. Berdasarkan pengertian ini, bahasa secara substansi bahasa merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Hal ini sejalan dengan berbagai pendapat bahwa asal mula sebuah bahasa adalah bahasa lisan, sehingga menurut hemat penulis bahwa bahasa lisan tersebut merupakan lambang bunyi yang dikeluarkan oleh alat ucap manusia. Bunyi bahasa diatur oleh tata bunyi dan karena itulah bahasa merupakan sistem. Kumpulan bunyi untuk menyebutkan sesuatu diluar. biasa tidak diatur secara ketat, tetapi semaunya penutur sesuai dengan konvensi masyarakat.
Dalam linguistik mikro kita mengenal ilmu yang memelajari asal mula pembentukan kata atau sistem pembentukan kata yang disebut morfologi. Morfologi (atau tata bentuk; inggr. Morphology, dulu juga morphemics) adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal (Verhaar, 1983:52). Secara etimologis kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti “bentuk” dan kata logi yang berarti “ilmu”. Jadi, secara harfiah kata morfologi berarti “ilmu mengenai bentuk”. Di dalam kajian linguistik, morfologi berarti “ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata” (Chaer, 2009:3). Adapun menurut Sukri (2008:3) morfologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang berhubungan dengan struktur internal kata serta korespondensi antara bentuk dan makna kata-kata secara sistematis. Nida (dalam Sukri, 2008:8) mendefinisikan morfologi sebagai berikut: “Morphology is the study of morphemes and their arrangements in for ming word”. Tampak jelas definisi tersebut mengisyaratkan bahwa morfologi adalah studi tentang morfem dan aturannya atau kaidahnya dalam pembentukan kata. Oleh karena itu, apapun bentuk dan jenis bahasa pasti mengalami proses pembentukan kata atau ihwal pembentukan kata termasuk berbagai macam bahasa daerah di Indonesia.
Istilah tata bahasa tradisional yang dikemukan oleh Alisjahbana bahwa verba atau yang lebih dikenal sebagai kata kerja adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku. Selanjutnya verba adalah kata yang menyatakan tindakan atau perbuatan (Chaer, 2010:166). Dalam bahasa Bima memunyai ciri-ciri verba yang melekat pada satuan bahasa. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan (Rachman, dkk, 1985: 14) bahwa verba memunyai ciri internal kata kerja yang timbul akibat proses morfologis yang dialaminya. Ciri sebagai penanda formal kelas verba dalam bahasa Bima ialah dengan hadirnya morfem imbuhan (afiks) berupa awalan (prefiks), akhiran (sufiks), dan konfiks.
Bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh pendukungnya. Namun, karena pendukung bahasa merupakan kumpulan manusia yang beragam, wujud bahasa yang menjadi tidak seragam (bahasa itu menjadi bervariasi). Untuk mengkaji hal tersebut, maka munculnya cabang ilmu linguistik yang disebut dialektologi yang mengkaji tentang varian bahasa. Dialek berasal dari kata Yunani dialektos yang berpadanan dengan logat. Kata ini mula-mula digunakan untuk menyatakan sistem kebahasaan yang digunakan oleh suatu masyarakat yang berbeda dari masyarakat lainnya yang bertetangga tetapi menggunakan sistem yang erat hubungannya. Sementara itu, dialektologi berasal dari paduan kata dialek yang berarti varian bahasa dan logi yang berarti ilmu. Berdasarkan etimologi kata itu, jadi dialektologi adalah ilmu yang mempelajari tentang dialek atau ilmu yang mempelajari varian bahasa (Zulaeha, 2010:1). Varian bahasa Bima seperti yang dijelaskan di atas terdapat empat macam dialek yang mencolok yang digunakan oleh masyarakat penutur bahasa tersebut. Oleh karena itu, variasi kata kerja bahasa Bima dialek Donggo yang selanjutnya disebut KKBBDD merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Donggo yang berada dipesisir Kabupaten Bima dan sebagian berada di Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat.
Bahasa daerah merupakan sebuah identitas dan kekayaan suatu kelompok masyarakat yang dijadikan sebagai alat tutur dalam berkomunikasi dengan sekelompok masyarakat bahasa. Ada ungkapan “Bahasa menunjukkan bangsa”. Ungkapan ini berarti tutur kata seseorang akan menunjukkan bagaimana sifat dan watak orang itu. Alangkah indahnya keberagaman seni, ragam, dialek dan tradisi disetiap daerah di Indonesia. Dalam era Globalisasi keberadaan bahasa daerah menghadapi situasi yang mengkhawatirkan. Bahasa daerah mulai ditinggalkan penuturnya dalam pergaulan atau kegiatan antarmanusia karena dominannya bahasa asing yang menguasai berbagai bidang. Keadaan itu banyak dirasakan oleh pengguna bahasa daerah yang, antara lain, menyadari bahwa bahasa daerahnya kehilangan otoritas publiknya dan menjadi teks yang terkesan eksklusif.
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian secara khusus dalam penelitian ini adalah (a) untuk mendapatkan kajian tentang sistem afiksasi kata kerja bahasa Bima dialek Donggo, (b) untuk mendapatkan kajian tentang sistem reduplikasi kata kerja bahasa Bima dialek Donggo, dan (c) untuk mendapatkan kajian tentang sistem komposisi kata kerja bahasa Bima dialek Donggo.
METODE PENELITIAN
Pendekatan
Penelitian ini berdasarkan tujuan, tergolong penelitian dasar dengan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini adalah etnografi. Penelitian ini berdasarkan metode yang digunakan tergolong kualitatif interaktif yang menggunakan teknik tatap muka (Face to face interaction) untuk mengumpulkan data. Face to face interaction dalam penelitian ini adalah tata muka antara peneliti dengan penutur KKBBDD.
Setting dan Subjek Penelitian
Setting penelitian dalam penelitian ini yakni terdiri atas satu desa pengamatan yaitu di desa Karamabura Kecamatan Dompu Kabupaten Dompu NTB. Untuk meminimalisir waktu dan tenaga dalam melakukan penelitian ini, penulis hanya menggunakan 3 (tiga) orang informan. Oleh karena itu, syarat-syarat yang dilakukan dalam pemilihan informan adalah sebagai berikut:
  1. Berjenis kelamin pria dan wanita
  2. Berusia antara 20-65 tahun
  3. Dilahirkan dan dibesarkan di daerah Donggo
  4. Memiliki kebanggaan terhadap dialeknya
  5. Dapat berbahasa Bima
  6. Dapat berbahasa Indonesia
  7. Sehat jasmani dan ruhani (modifikasi dari Mahsun, 2012:134).
Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang memadai dalam penelitian ini, ditetapkan tiga metode pengumpulan data, yaitu (1) metode simak (pengamatan/ observasi), (2) metode cakap (wawancara), dan (3) metode introspeksi (Mahsun, 2012:92).
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah (a) pedoman wawancara, (b) catatan lapangan, dan (c) dokumentasi kegiatan.
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian teknik analisis data yang digunakan akan (a) metode padan teknik referensial dan translasional, dan (b) metode distribusional teknik interupsi (sisip). Teknik referensial digunakan dalam upaya menjelaskan makna pembentukan KKBBDD baik itu afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Contoh penggunaan teknik ini, misalnya pada afiksasi yakni prefiks {ma-} pada BD {tulle} bermakna ‘dorong’, setelah mengalami proses morfologi menjadi {matulle} bermakna ‘yang mendorong’. Melekatnya prefiks {ma-} pada setiap bentuk dasar bermakna menyatakan persona pelaku yang melakukan aktivitas atau laku. Teknik translasional digunakan untuk melihat kesamaan dan perbedaan antara pembentukan afiks yang satu dengan afiks yang lain, misalnya melihat kesamaan prefiks {ma-} dengan prefiks {na-} atau perbedaan konfiks {ra-na} dengan konfiks {ma-na}. Adapun, teknik sisip antara lain digunakan untuk mengidentifikasi apakah bentuk-bentuk kata tersebut termasuk kelas kata kerja atau bukan, apakah pada kata tersebut akan bermakna kata kerja setelah terjadi proses afiksasi, reduplikasi dan komposisi atau bukan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data Sistem Afiksasi Kata Kerja Bahasa Bima Dialek Donggo
Afiksasi adalah suatu satuan gramatikal terikat yang terdapat dalam satu unsur yang bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan yang melekat pada satuan lain untuk membentuk kata atau kata baru (Ramlan, 1985:50). Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar, maka afiksasi dalam KKBBDD dibedakan menjadi tiga antara lain prefiks, sufiks, dan konfiks. Berikut akan dipaparkan data temuan dan hasil penelitian yang telah penulis teliti.
Prefiks
Prefiks adalah satuan morfem yang diimbuhkan di sebelah kiri dasar dalam proses prefiksasi (Verhaar, 2010:107). Adapun Chaer (2003:178) bahwa prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar. Oleh karena itu, secara umum prefiks diartikan sebagai peristiwa pembubuhan afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar.
Bentuk dasar yang dilekati prefiks {ma-}
Prefiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{ma-}
+
tulle
matulle
yang mendorong’
{ma-}
+
ce?i
macce?i
yang menggendong’

Prefiks {ma-} pada bentuk dasar {tulle} dan {ce?i} memiliki karakteristik sebagai persona pelaku dan memunyai konsonan ganda (kluster) pada bentuk dasar. Pada proses pembentukan bentuk dasar {ce?i} yang melekat pada prefiks {ma-} mengalami gejala morfofonemik yaitu penambahan fonem, fonem yang dimaksud adalah fonem /c/. Penambahan fonem pada bentuk dasar apabila dalam bentuk dasar tersebut tidak memunyai konsonan ganda (kluster) dan gejala penambahan fonem pada setiap bentuk dasar disesuaikan dengan konsonan awal setiap bentuk dasar, misalnya pada bentuk dasar {mai} menjadi {mammai} ‘yang datang’, {wi?i} menjadi {mawwi?i} ‘yang menyimpan’, {tio} menjadi {mattio} ‘yang melihat’, {rai} menjadi {marrai} ‘yang berlari’. Dari beberapa contoh di atas, terlihat bahwa setiap bentuk dasar yang tidak memunyai konsonan ganda akan mengalami gejala morfofonemik yaitu penambahan fonem. Oleh karena itu, setiap bentuk dasar dalam KKBBDD yang tidak memunyai konsonan ganda memiliki karakteristik yang sama yaitu mengalami gejala penambahan fonem.
Dari contoh di atas, terdapat penambahan fonem hamzah atau glotal stop (?) yang melekat pada bentuk dasar {ce?i} dan {wi?i}. Melekatnya glotal stop pada bentuk dasar tersebut terjadi apabila dalam bentuk dasar terdapat fonem vokal /e/ dengan /i/ dan /i/ dengan /i/ yang hadir secara berurutan dalam suatu kata.
Bentuk dasar yang dilekati prefiks {ra-}
Prefiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{ra-}
+
ngahha
rangahha
telah makan’
{ra-}
+
domppo
radomppo
telah memotong’
Prefiks {ra-} pada bentuk dasar {ngahha} dan {domppo} memiliki karakteristik sebagai kegiatan atau aktivitas yang telah dilakukan oleh pelaku dan memunyai konsonan ganda pada bentuk dasar. Dengan demikian, setiap bentuk dasar dalam KKBBDD baik sebelum mengalami gejala morfologi maupun sesudah mengalami morfologis memunyai konsonan ganda (kluster).
Bentuk dasar yang dilekati prefiks {na-}
Prefiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{na-}
+
middi
namiddi
(dia) akan berhenti’
{na-}
+
semppa
nasemppa
(dia) akan menendang’

Prefiks {na-} pada bentuk dasar {middi} dan {semppa} memiliki karakteristik sebagai kegiatan atau aktivitas yang belum dilakukan oleh persona pelaku ketiga tungggal (dia), prefiks {na-} bermakna pelaku ketiga tunggal (dia) dan memunyai konsonan ganda pada bentuk dasar. Dengan demikian, setiap bentuk dasar dalam KKBBDD baik sebelum mengalami gejala morfologi maupun sesudah mengalami morfologis memunyai konsonan ganda (kluster).
Bentuk dasar yang dilekati prefiks {ḏi-}
Prefiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{ḏi-}
+
kallu?u
ḏikallu?u
akan dimasukkan’
{ḏi-}
+
lette
ḏilette
akan dijemur’

Prefiks {ḏi-} pada bentuk dasar {kallu?u} dan {lette} memiliki karakteristik sebagai kegiatan atau aktivitas yang belum dilakukan oleh persona pelaku dan memunyai konsonan ganda pada bentuk dasar, prefiks {ḏi-} berfungsi membentuk verba pasif. Dalam KKBBDD memunyai konsonan laminobilabial implosif seperti bunyi /ḇ/ dan /ḏ/, konsonan awal pada prefiks ini memunyai tanda sempang di bawah hurufnya sehingga bunyi laminobilabial /d/ menjadi laminolbilabial implosif /ḏ/.
Dari contoh di atas, terdapat penambahan fonem hamzah atau glotal stop (?) yang melekat pada bentuk dasar {kallu?u}. Melekatnya glotal stop pada bentuk dasar tersebut terjadi apabila dalam bentuk dasar terdapat fonem vokal yaitu /u/ dengan /u/ yang hadir secara berurutan dalam suatu kata.
Bentuk dasar yang dilekati prefiks {ku-}
Prefiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{ku-}
+
hintti
kuhintti
(saya) akan menghisap’
{ku-}
+
ngenna
kungenna
(saya) akan menunggu’

Prefiks {ku-} pada bentuk dasar {hintti} dan {ngenna} memiliki karakteristik sebagai kegiatan atau aktivitas yang belum dilakukan oleh persona pelaku pertama tungggal (saya) dan memunyai konsonan ganda pada bentuk dasar, prefiks {ku-} bermakna pelaku pertama tunggal (saya).
Bentuk dasar yang dilekati prefiks {da-}
Prefiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{da-}
+
nggawwi
danggawwi
tidak dipancing’
{da-}
+
mai
dammai
tidak datang

Prefiks {da-} pada bentuk dasar {nggawwi} dan {mai} memiliki karakteristik sebagai kegiatan atau aktivitas yang menyangkal (negatif) dan memunyai konsonan ganda pada bentuk dasar kecuali pada bentuk dasar {mai}, serta membentuk verba pasif. Prefiks {da-} yang melekat pada bentuk dasar {mai} mengalami gejala morfofonemik yaitu penambahan fonem /m/ menjadi {dammai}.
Bentuk dasar yang dilekati prefiks ganda {mada-}
Prefiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{mada-}
+
horro
madahorro
yang tidak gugur’
{mada-}
+
nunttu
madanunttu
yang tidak berbicara’

Prefiks ganda {mada-} pada bentuk dasar {horro} dan {nunttu} memiliki karakteristik sebagai kegiatan atau aktivitas yang menyangkal (negatif) yang dilakukan oleh persona pelaku serta memunyai konsonan ganda pada bentuk dasar. Bentuk dasar {horro} pada bentuk tersebut merupakan bentuk nomina yang mengarah pada daun, sehingga setelah mengalami proses morfologi, maka bentuk tersebut menjadi verba aktif, inilah yang disebut sebagai gejala derivasi KKBBDD. Prefiks {mada-} berfungsi membentuk persona pelaku yang melakukan aktivitas yang menyangkal.
Sufiks
Sufiks adalah satuan morfem yang diimbuhkan di sebelah kanan dasar dalam proses sufiksasi (Verhaar, 2010:107). Adapun Chaer (2003:178) bahwa sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar. Oleh karena itu, secara umum sufiks diartikan sebagai peristiwa pembubuhan afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar.
Bentuk dasar yang dilekati sufiks {-pu}
Sufiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{-pu}
+
tuḇḇa
tuḇḇapu
tusuklah ’
{-pu}
+
wi?i
wi?ipu
simpanlah’

Sufiks {-pu} pada bentuk dasar {tuḇḇa} dan {wi?i} memiliki karakteristik sebagai imperatif kepada persona pelaku dan memunyai konsonan ganda pada bentuk dasar kecuali {wi?i}, sufiks {-pu} berfungsi imperatif. Seperti yang telah diuraikan pada beberapa contoh diprefiks KKBBDD, bahwa dalam bahasa Bima memunyai laminobilabial implosif /ḇ/ yang menjadi karakteristik bahasa Bima sehingga terdapat bentuk seperti {tuḇḇa}, dan terdapat penambahan fonem hamzah atau glotal stop (?) pada bentuk dasar {wi?i}, hal terjadi karena dalam bentuk dasar tersebut terdapat fonem vokal /i/ dengan /i/ yang hadir secara berurutan.
Bentuk dasar yang dilekati sufiks {-ra}
Sufiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{-ra}
+
pamme
pammera
kunyahlah dengan segera’
{-ra}
+
Kantta
kanttara
laranglah dengan segera’

Sufiks {-ra} pada bentuk dasar {pamme} dan {kantta} memiliki karakteristik sebagai imperatif kepada persona pelaku untuk segera dilakukan dan memunyai konsonan ganda pada bentuk dasar, sufiks {-ra} berfungsi imperatif.
Bentuk dasar yang dilekati sufiks {-si}
Sufiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{-si}
+
ka?ihha
ka?ihhasi
seandainya rusak’
{-si}
+
pehhe
pehhesi
seandainya disebut’

Sufiks {-si} pada bentuk dasar {ka?ihha} dan {pehhe} memiliki karakteristik sebagai pengandaian kepada persona pelaku yang melakukan aktivitas dan memunyai konsonan ganda pada bentuk dasar, sufiks {-si} berfungsi pengandaian dan membentuk verba pasif. Seperti yang telah diuraikan pada beberapa contoh diprefiks KKBBDD, bahwa dalam bahasa Bima terdapat penambahan fonem hamzah atau glotal stop (?) pada bentuk dasar {ka?ihha}, hal terjadi karena dalam bentuk dasar tersebut terdapat fonem vokal /a/ dengan /i/ yang hadir secara berurutan.
Bentuk dasar yang dilekati sufiks {-ro}
Sufiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{-ro}
+
kanggihhi
kanggihhiro
apakah akan berladang’
{-ro}
+
toḏḏo
toḏḏoro
apakah akan diikat’

Sufiks {-ro} pada bentuk dasar {kanggihhi} dan {toḏḏo} memiliki karakteristik sebagai interogatif kepada persona pelaku yang belum melakukan aktivitas dan memunyai konsonan ganda pada bentuk dasar, sufiks {-ro} berfungsi intergatif dan membentuk verba pasif. Seperti yang telah diuraikan pada beberapa contoh diprefiks KKBBDD, bahwa dalam bahasa Bima memunyai laminobilabial implosif /ḏ/ yang menjadi karakteristik bahasa Bima sehingga terdapat bentuk seperti {toḏḏo}.
Bentuk dasar yang dilekati sufiks {-ni}
Sufiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{-ni}
+
issu
issuni
keramaslah’
{-ni}
+
cencce
cencceni
berdebatlah’

Sufiks {-ni} pada bentuk dasar {issu} dan {cencce} memiliki karakteristik yang sama dengan sufiks {pu-} sebagai imperatif kepada persona pelaku dan memunyai konsonan ganda pada bentuk dasar yang , sufiks {-ni} berfungsi imperatif.
Konfiks
Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berpreposisi pada awal bentuk dasar, dan bagian yang kedua berpreposisi pada akhir bentuk dasar (Chaer, 2003:179). Karena konfiks ini merupakan morfem terbagi, maka kedua bagian dari afiks itu dianggap sebagai satu kesatuan, dan pengimbuhannya dilakukan sekaligus, tidak ada yang lebih dahulu dan tidak ada yang lebih kemudian. Oleh karena itu, konfiks juga diartikan sebagai peristiwa pembubuhan afiks yang diimbuhkan pada posisi di awal dan di akhir bentuk dasar.
Bentuk dasar yang dilekati konfiks {na-ra}
Konfiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{na-ra}
+
turru
naturrura
(dia) akan menunjuk’
{na-ra}
+
ceppe
naceppera
(dia) akan mengganti’

Konfiks {na-ra} pada bentuk dasar {turru} dan {ceppe} memiliki karakteristik sebagai aktivitas yang belum dilakukan oleh pelaku persona ketiga tunggal (dia) dan memunyai konsonan ganda pada bentuk dasar, konfiks {na-ra} bermakna persona ketiga tunggal (dia).
Bentuk dasar yang dilekati konfiks {na-ku}
Konfiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{na-ku}
+
maḇḇu
namaḇḇuku
(saya) akan jatuh’
{na-ku}
+
nonno
nanonnoku
(saya) akan meminum’

Konfiks {na-ku} pada bentuk dasar {maḇḇu} dan {nonno} memiliki karakteristik sebagai aktivitas yang belum dilakukan oleh pelaku persona pertama tunggal (saya) dan memunyai konsonan ganda pada bentuk dasar, konfiks {na-ku} bermakna persona pertama tunggal (saya). Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa dalam KKBBDD memunyai tanda sempang pada konsonan laminobilabial /b/ menjadi laminobilabial implosif /ḇ/, sehingga terdapat bentuk seperti {maḇḇu}.
Bentuk dasar yang dilekati konfiks {na-si}
Konfiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{na-si}
+
kappu
nakappusi
seandainya (dia) menutup’
{na-si}
+
kanggicca
nakanggiccasi
seandainya (dia) berteriak’


Konfiks {na-si} pada bentuk dasar {kappu} dan {kanggicca} memiliki karakteristik sebagai pengandaian terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pelaku persona ketiga tunggal (dia) dan memunyai konsonan ganda pada bentuk dasar, konfiks {na-si} bermakna persona ketiga tunggal (dia) dan berfungsi pengandaian.
Bentuk dasar yang dilekati konfiks {ti-ku}
Konfiks

Bentuk Dasar

Kons truksi
Makna
{ti-ku}
+
hadde
tihaddeku
(saya) tidak bunuh’
{ti-ku}
+
macco
timaccoku
(saya) tidak cangkul’
Konfiks {ti-ku} pada bentuk dasar {hadde} dan {macco} memiliki karakteristik sebagai aktivitas yang menyangkal (negatif) yang dilakukan oleh pelaku persona pertama tunggal (saya) dan memunyai konsonan ganda pada bentuk dasar, konfiks (ti-ku} bermakna persona pertama tunggal (saya) dan berfungsi menyangkal (negatif).


Sistem Reduplikasi Kata Kerja Bahasa Bima Dialek Donggo
Reduplikasi atau lebih dikenal sebagai pengulangan adalah proses morfologis yang mengubah sebuah leksem menjadi kata setelah mengalami proses proses morfologis reduplikasi, entah dwipurwa (pengulangan suku awal), entah dwilingga (pengulangan penuh), entah dwilingga salin suara (pengulangan yang berubah bunyi), dan entah pengulangan dwiwasana (pengulangan suku akhir) (Arifin dan Junaiyah, 2009:11). Adapun Sukri (2008:56) reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatik, baik unsur yang diduplikasi itu sebagian; baik dengan disertai variasi fonem atau segmen maupun tanpa disertai variasi fonem atau segmen. Dalam KKBBDD terdapat empat macam reduplikasi yaitu pengulangan seluruh dengan penyekat ka, pengulangan sebagian, pengulangan yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks, dan pengulangan dengan perubahan fonem dengan penyekat.
Reduplikasi Seluruh dengan Penyekat ka
Bentuk Dasar

Reduplikasi Seluruh
Makna
tulle
tulle ka tullep
mendorong-dorong dengan segera’
ce?i
ce?i ka ce?ip
menggendong-gendong dengan segera’

Reduplikasi seluruh dengan penyekat ka memunyai bentuk dasar {tulle}, {ce?i} dan bentuk berulang {tullep}, {ce?ip} berfungsi imperatif untuk menyatakan perintah untuk dilaksanakan dengan segera. Dalam bentuk ini ada hal yang unik pada bentuk berulang KKBBDD yaitu adanya konsonan hambat bilabial /p/ dan melekatnya ka sebagai penyekat yang menghubungkan antara bentuk dasar dengan bentuk berulang.
Reduplikasi Sebagian
Bentuk Dasar

Reduplikasi Sebagian
Makna
kallu?u
kallu?u-lu?u
memasuk-masukkan’
ka?ihha
ka?ihha-ihha
merusak-rusakkan’


Reduplikasi sebagian memunyai bentuk dasar {kallu?u}, {ka?ihha} dan bentuk berulang {lu?u}, {ihha} berfungsi deklaratif. Namun, ada juga hal yang unik dalam pembentukan satuan reduplikasi sebagian yaitu dibentuk oleh bentuk berulang yang berkelas kata adjektiva yaitu pada bentuk berulang {ihha} bermakna ‘rusak’.
Reduplikasi yang Berkombinasi dengan Pembubuhan Afiks
Bentuk Dasar Berulang yang dilekati afiks {ma-na}
Bentuk Dasar
Reduplikasi dan Pembubuhan Afiks

Hasil Reduplikasi
Makna
tulle
{ma-} R {-na}
matulle-tullena
yang telah mendorong-dorong’
ce?i
{ma-} R {-na}
mace?i-ce?ina
yang telah menggendong-gendong’

Reduplikasi yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks memunyai bentuk dasar {tulle}, {ce?i} yang melekat pada afiks {ma-na} menjadi bentuk berulang {matulle-tullena}, {mace?i-ce?ina}, afiks {ma-na} bermakna persona pelaku dan menyatakan sesuatu yang telah terjadi.
Bentuk Dasar Berulang yang dilekati afiks {ra-na}
Bentuk Dasar
Reduplikasi dan Pembubuhan Afiks

Hasil Reduplikasi
Makna
ngahha
{ra-} R {-na}
rangahha-ngahhana
(dia) telah makan-makan’
domppo
{ra-} R {-na}
radomppo-domppona
(dia) telah memotong-motong’

Reduplikasi yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks memunyai bentuk dasar {ngahha}, {domppo} yang melekat pada afiks {ra-na} menjadi bentuk berulang {rangahha-ngahhana}, {radomppo-domppona}, afiks {ra-na} bermakna persona pelaku ketiga tunggal (dia) dan menyatakan sesuatu yang telah terjadi.
Reduplikasi dengan Perubahan fonem dengan Penyekat ra
Bentuk Dasar
Reduplikasi dengan Perubahan Fonem dengan Penyekat ra

Hasil Reduplikasi
Makna
ntaddi
Penyekat {-ra-}
ntaddi ra nteddi
berternak-ternak’
Salla
Penyekat {-ra-}
salla ra palla
bersalam-salaman’

Reduplikasi dengan perubahan fonem dengan penyekat ra, data di atas memunyai BD {ntaddi}, {salla} dan bentuk berulang {nteddi}, {palla}. Bentuk berulang dari konstruksi tersebut merupakan morfem terikat yang tidak dapat berdiri dan akan memunyai makna ketika sudah melekat pada bentuk dasar. Selain dari itu, ada juga gejala morfofonemik adalah proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal atau fonem yang mendahuluinya. Gejala morfofonemik KKBBDD yang mengalami perubahan fonem vokal terdapat pada konstruksi {ntaddi ra nteddi} mengalami perubahan fonem dari fonem vokal /a/ menjadi fonem vokal /e/; dan perubahan fonem konsonan terdapat pada konstruksi {salla ra palla} mengalami perubahan fonem dari fonem konsonan /s/ menjadi fonem konsonan /p/.
Sistem Komposisi Kata Kerja Bahasa Bima Dialek Donggo
Komposisi atau yang dikenal dengan pemajemukan adalah konstruksi yang terdiri atas dua morfem atau dua kata atau lebih: konstruksi ini bisa berupa: akar dengan akar, pokok dengan pokok, atau akar dengan pokok (pokok dengan akar) yang mempunyai satu pengertian (Samsuri, 1987:199). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa komposisi adalah satuan konstruksi morfem yang melekat pada bentuk lain sehingga membentuk konstruksi baru, membentuk arti baru, dan tidak bisa disisipi dengan bentuk lain. Dalam KKBBDD dikenal dua jenis komposisi yaitu komposisi dasar dan komposisi berafiks.
Komposisi Bentuk Dasar
Komposisi yang dibentuk dari verba dengan verba
Verba
Verba

Hasil Komposisi
Makna
tio ‘melihat’
gei ‘lotot’
tio gei
melirik’
co?o ‘melepas’
wi?i ‘simpan’
co?o wi?i
meninggalkan’

Komposisi dasar di atas merupakan konstruksi yang dibentuk dari dua kelas kata yang sama yaitu dibentuk oleh kelas verba sehingga membentuk komposisi verba.
Komposisi yang dibentuk dari verba dengan nomina
Verba
Nomina

Hasil Komposisi
Makna
kattenggo ‘memperkuat’
wekki ‘keluarga’
kattenggo wekki
makan’
edda ‘melihat’
angi ‘keluarga’
edda angi
bertemu’

Komposisi dasar di atas merupakan konstruksi yang dibentuk dari dua kelas kata yang berbeda yaitu dibentuk oleh kelas verba dan kelas nomina sehingga membentuk komposisi verba.
Komposisi yang dibentuk dari verba dengan adjektiva
Verba
Adjektiva

Hasil Komposisi
Makna
mppa?a ‘bermain’
lallone ‘becanda’
mppa?a lallone
becanda’
nunttu ‘berbicara’
cowwa ‘bohong’
nunttu cowwa
berdusta’

Komposisi dasar di atas merupakan konstruksi yang dibentuk dari dua kelas kata yang berbeda yaitu dibentuk oleh kelas verba dan kelas adjektiva sehingga membentuk komposisi verba.
Komposisi yang dibentuk dari adjektiva dengan nomina
Adjektiva
Nomina

Hasil Komposisi
Makna
na?e ‘besar’
lokko ‘perut’
na?e lokko
hamil’
tanni ‘berat’
wekki ‘keluarga’
tanni wekki
hamil’

Komposisi dasar di atas merupakan konstruksi yang dibentuk dari dua kelas kata yang berbeda yaitu dibentuk oleh kelas adjektiva dan kelas nomina sehingga membentuk komposisi verba.
Komposisi Berafiks
Prefiks
Bentuk dasar yang dilekati prefiks {ma-}
Prefiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{ma-}
+
tio gei
mattio gei
yang melirik’
{ma-}
+
co?o wi?i
macco?o wi?i
yang meninggalkan’

Prefiks {ma-} pada bentuk dasar {tio gei} dan {co?o wi?i} memiliki karakteristik sebagai persona pelaku. Pada proses pembentukan komposisi dasar yang selanjutnya disebut KD {co?o wi?i} yang melekat pada prefiks {ma-} mengalami gejala morfofonemik yaitu penambahan fonem, fonem yang dimaksud adalah fonem /c/ menjadi {macco?o wi?i}. Penambahan fonem pada bentuk dasar apabila dalam bentuk dasar tersebut tidak memunyai konsonan ganda (kluster) dan gejala penambahan fonem pada setiap bentuk dasar disesuaikan dengan konsonan awal setiap bentuk dasar. Dari beberapa contoh di atas, terlihat bahwa setiap bentuk dasar yang tidak memunyai konsonan ganda akan mengalami gejala morfofonemik yaitu penambahan fonem. Oleh karena itu, setiap bentuk dasar dalam KKBBDD yang tidak memunyai konsonan ganda memiliki karakteristik yang sama yaitu mengalami gejala penambahan fonem. Selain dari itu, ada juga penambahan fonem hamzah atau glotal stop (?) pada bentuk {co?o wi?i}, hal ini terjadi karena bertemunya fonem vokal /o/ dengan /o/ dan fonem vokal /i/ dengan /i/ hadir secara berurutan membentuk sebuah kata.
Sufiks
Bentuk dasar yang dilekati sufiks {-pu}
Sufiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{-pu}
+
tio gei
tio geipu
liriklah’
{-pu}
+
co?o wi?i
co?o wi?ipu
tinggalkanlah’

Sufiks {-pu} pada bentuk dasar {tio gei} dan {co?o wi?i} memiliki karakteristik sebagai imperatif kepada persona pelaku, sufiks {-pu} berfungsi imperatif. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa dalam bahasa Bima terdapat penambahan fonem hamzah atau glotal stop (?) pada KD {co?o wi?i}, hal terjadi karena dalam bentuk dasar tersebut terdapat fonem vokal /o/ dengan /o/ dan vokal /i/ dengan /i/ yang hadir secara berurutan.
Konfiks
Bentuk dasar yang dilekati konfiks {na-ra}
Konfiks

Bentuk Dasar

Konstruksi
Makna
{na-ra}
+
tio gei
nattiogeira
(dia) akan melirik’
{na-ra}
+
co?o wi?i
nacco?owi?ira
(dia) akan meninggalkan’


Konfiks {na-ra} pada bentuk dasar {tio gei} dan {co?o wi?i} memiliki karakteristik sebagai imperatif yang akan dilakukan oleh persona pelaku ketiga tunggal (dia), konfiks {na-ra} berfungsi imperatif. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa dalam bahasa Bima terdapat penambahan fonem hamzah atau glotal stop (?) pada KD {co?o wi?i}, hal ini terjadi karena dalam bentuk dasar tersebut terdapat fonem vokal /o/ dengan /o/ dan vokal /i/ dengan /i/ yang hadir secara berurutan. Selanjutnya terdapat gejala morfofonemik yaitu penambahan fonem setelah terjadi proses morfologi seperti {nattiogeira} dan {nacco?owi?ira}.
SIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam KKBBDD terdapat Afiksasi (Prefiks, sufiks, dan konfiks); reduplikasi (Seluruh dengan penyekat ka dan memunyai konsonan bilabial /p/, reduplikasi sebagian, reduplikasi yang berkombinasi dengan pembubuhan afiks, dan reduplikasi dengan perubahan fonem dengan penyekat ra); komposisi (Komposisi dasar dan komposisi berafiks); memunyai konsonan ganda (kluster); penambahan fonem hamzah atau glotal stop (?); dan memunyai tanda sempang pada konsonan laminobilabial /b/ dan /d/ sehingga menjadi konsonan laminobilabial implosif /ḇ/ dan /ḏ/.
Tulisan ini diharapkan bermanfaat untuk semua. Dengan demikian, dengan hadirnya penelitian sederhana dapat menambah khasanah kekayaan bahasa daerah di Indonesia yang sangat majemuk dan juga dapat dijadikan sebagai data perbandingan bahasa dalam rangka melakukan studi komparatif terhadap bahasa-bahasa daerah di Indonesia, serta diharapkan kepada Pemerintah untuk merancang peraturan daerah (Perda) tentang aturan dalam pemertahanan bahasa daerah Bima khusus dialek Donggo. Aturan pemertahanan bahasa melalui perda dapat menjadikan bahasa daerah yang memunyai dialek-dialek yang beragam sebagai bagian dari budaya kearifan lokal suatu daerah dapat dilindungi oleh peraturan daerah. Keberadaan perda tentang pemertahanan bahasa daerah kiranya dapat menjadikan generasi mencintai, serta menjadikan dialek-dialek sebagai bagian dari jiwa suatu kelompok masyarakat, yang tidak malu menggunakan dialeknya sendiri ketika berkomunikasi dengan penutur yang berdialek lain.
Daftar Rujukan
Alwi, Muhammad Tahir. 2003. Kamus Bahasa Bima, Indonesia, Inggris. Mataram: Karsa Mandiri Utama.
Chaer, Abdul. 2007. Kajian Bahasa (Struktur Internal, Pemakaian dan Pemelajaran). Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.
Hidayat. 2009. Filsafat Bahasa, Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna, dan Tanda. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mahsun. 2012. Metode Penelitian Bahasa, Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Rachman, Abd, dkk. 1985. Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa Bima. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ramlan. 1985. Morfologi Suatu Tinjaun Deskriptif. Yogyakarta: Karyono.
Samsuri. 1987. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Sukrin, H. Muhammad. 2008. Morfologi; Kajian antara Bentuk dan Makna. Mataram. Lembaga Cerdas Press.
Taman, I Wayan, dkk. 1996. Fonologi Bahasa Bima. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Verhaar. J.W.M. 2010. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Zulaeha, Ida. 2010. Dialektologi; Dialek Geografi dan Dialek Sosial. Yogyakarta: Graha Ilmu.